Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Tentang Hujan

sebuah esai tentang hujan [www.catatanadiwriter.blogspot.com]
Hujan


Konon, hujan berasal dari air mata para bidadari langit, yang ditinggal pergi oleh pangeran-pangerannya. Aku tak pernah percaya pada bidadari. Apalagi pada kerajaan di balik awan. Tapi aku percaya pada hujan, yang bisa dilihat dan dipegang, diamati dan dirasakan.



Hujan tak pernah datang sendiri. Ia selalu membawa ratusan sensasi yang membuat seluruh imaji cipta rasa karsa manusia bekerja, menusuk kulit, sanubari dan logika hingga muncul menjadi interpretasi berbeda bagi setiap orang. 

Hujan, selama ratusan tahun, menjadi obyek inspirasi bagi para seniman dan sastrawan. Juga teknokrat dan dokter-dokter selebritas. Bahkan terakhir juga kabarnya politisi. 

Ribuan lembar dihabiskan, untuk menceritakan keindahan hujan. Ribuan novel dan cerpen, juga puisi dan sajak, lahir karna hujan.

Dan entah sudah berapa panjang dinding yang dipahat untuk mempersembahkan rangkaian mitos dan kejadian yang terjadi ketika hujan.

Hujan itu sesuatu yang manis, kata beberapa pecinta yang berdarah seni.

Hujan memberikan waktu dan momen indah bagi sepasang kekasih, yang sering mengabadikan cium peluk mereka ditengah guyuran hujan. Hujan juga memberi kesempatan kepada sang pria, agar bisa membantu kekasih wanitanya melepas baju dan rok yang kebasahan karna hujan.

Tetesan-tetesan hujan pula yang membuat beberapa pasangan menjadi lebih menggebu-gebu dalam mengekspresikan cinta mereka.

Hujan itu kesadaran, kata beberapa orang pecinta lingkungan. Kesadaran bahwa bumi juga perlu diberi minum. Seperti seorang ibu yang merindukan segelas teh hangat seusai melerai anak-anaknya yang berkelahi dan bahkan saling bunuh.

Atau setelah berhadapan dengan sang suami yang memintanya bergaya-dengan tak lazim dan meringkik seperti kuda ketika kayu-kayu dipan kasur saling berdencit.

Karena hujan, kabarnya hutan berpesta, merayakan suatu selebrasi khayal yang sangat mempesona, memuja segala yang hijau yang katanya sakral dan suci.

Hujan itu peringatan bagi manusia, bagi beberapa orang yang kelelahan. Hujan mengingatkan petani bahwa ada saat untuk meletakkan cangkul, ada saat untuk menunda rapat dan menutup toko.

Hujan memaksa seorang pria pekerja keras, agar menikmati suasana palsu dirumah, bertemu dengan anak bungsunya yang dengan cara dipaksakan menunjukkan kehebatan mengeja ABC.

Hujan memperlihatkan senyum indah sang putri sulung yang kini beranjak dewasa, yang tanpa orang tuanya tahu, sedang mengandung tiga bulan dari pacarnya yang plontos dan berseragam coklat-coklat.

Hujan pula yang memberikan saat bagi sang suami yang bekerja keras membanting tulang, memeras darah dan berpeluh nanah untuk menikmati wajah cantik sang istri yang sepanjang siang tak kalah kerasnya berpeluh melenguh dengan brondong dan tetangga sebelahnya, lalu pergi arisan dan menghamburkan uang hasil perjuangan menyabung nyawa sang pria.

Hujan adalah hadiah Natal bagi beberapa orang yang merasa kalah, agar bisa melepas penat di kursi goyang, bersama secangkir capucino, menonton ocehan para pengacau di sebuah tayangan yang dikelola klub pengacara ibukota serta sebuah pertandingan sepakbola yang menuntut nasionalisme tingkat dewa, yang ternyata cuma dagelan para penjudi dan akhirnya, serangkaian drama sinetron yang ceritanya tak jauh dari tukar-menukar anak dan obral azab.

Hujanlah yang secara sadar atau tidak telah mewarnai kehidupan manusia.

Tapi bagiku hujan tak terlalu romantis. 

Ia adalah terdakwa utama yang menggagalkan ratusan rencana kencanku. 

Ia membawa sebuah memori, ketika (dulu) di bawah mantel biru, dia memeluk pinggangku di atas motor Kharisma yang melaju pulang di jalan Bogor-Jakarta sehabis bercinta di puncak gelora jiwa muda.



Hujan pula yang memaksaku melihat rangkaian pecahan kejadian ketika aku dengan terpaksa menikmati bakso hangat sambil menghabiskan waktu dengan tak berguna dengannya.

Hujan pulalah yang harus bertanggungjawab atas gagalnya berkali-kali aku bertemu calon klien, dan memaksaku terduduk sendu di kamar selayaknya ksatria troya yang negrinya diobrak-abrik Achilles dan Herkules.

Hujan memberikanku mood dan rasa kantuk yang sempurna, hingga aku lupa bahwa ada artikel yang harus diselesaikan, ada barang yang harus diambil, dan memaksaku berlarian menyelamatkan jemuran.

Hujan membuat bulu anjing Husky ku lepek, jalanan becek dan hari menjadi jelek.

Andaikan hujan adalah anggota parlemen, yang memiliki rumah aspirasi, atau aparat yang mempunyai kotak pengaduan, akan kutulis surat pengaduanku dan nota protesku.

Akan ku laporkan pada LBH dan kalau perlu pada Mahkamah Agung, bahwa ia telah mencampuri urusan personal secara demikian parah. 

Tapi kini ketika aku sendiri, merdeka tanpa ada seorang untuk diajak janjian makan siang atau pergi ke pantai, aku mencoba melihat hujan dari sudut pandang yang berbeda.

Jika ku manifestasikan ia, bukan menjadi komoditi untuk puisi-puisi dan lagu-lagu picisan, aku akan imajikan dia layaknya seorang pria proletar yang perkasa.

Bagaimana selama ribuan tahun ia terpaksa harus meloncat dari langit dan menabrak bumi, lalu dicaci maki oleh manusia-manusia terkutuk macam aku ini.

Bagaimana ia kini tampak seperti seorang lelaki gagah ras mongoloid, yang berambut lurus tipis hitam, berhidung kecil dan berkulit sawo merah.

Ia pasti dengan bosan dan sebal melakukan rutinitasnya dan takdirnya, menyaksikan dari kaca-kaca hotel, bagaimana sepasang atau lebih manusia berolahraga dan olah jiwa untuk memuaskan nafsu primitifnya, menyaksikan konser-konser yang sengaja dilakukan ketika hujan, dengan para anak band dan penyanyi yang tak percaya diri hingga harus lipsing bahkan ketika acara live.

Ia pasti lelah, dari matanya pasti terpancar rasa letih karna itu semua. Maka akan kudekati ia, dan kuucapkan sebuah kalimat : “kau bisa berhenti kapanpun kau mau”, dan mengajaknya memancing, sambil menikmati sebotol vodka dingin dan sebungkus rokok filter, lalu kami akan menghabiskan waktu, selama liburan musim panas.


[esai ini dibuat sekitar tahun 2011-2015. Terinspirasi oleh hujan yang menyebalkan.]
Adi
Adi Saya adalah seorang bloger yang sudah mulai mengelola blog sejak 2010. Sebagai seorang rider, saya tertarik dengan dunia otomotif, selain juga keuangan, investasi dan start-up. Selain itu saya juga pernah menulis untuk media, khususnya topik lifestyle, esai lepas, current issue dan lainnya. Blog ini terbuka untuk content placement, sewa banner atau kerja sama lain yang saling menguntungkan.

Posting Komentar untuk "Tentang Hujan"