Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Romansa Marhaenis dan PSI

Ini adalah artikel kesepuluh dari Seri Artikel : Catatan Marhaenis yang mana sengaja kami terbitkan untuk memperingati Bulan Bung Karno setiap Juni. Kali ini kita akan membahas Partai Sosialis Indonesia dan hubungannya dengan kaum Marhaen. 

Tidak ada partai yang paling merepotkan Sukarno selain PSI. Kecil namun tengil. Berjiwa intelektual namun sering jadi anak nakal. Bagaimana Marhaenis sebagai pengikut ajaran Bung Karno memandang PSI?

PSI adalah anomali dalam dunia politik dan ideologi. Seharusnya sebagai sebuah partai yang memiliki label ‘sosialis’, PSI mengambil sikap bermusuhan dengan Amerika. Namun nyatanya, PSI justru terlibat Permesta / PRRI, sebuah pemberontakan yang diduga kuat disponsori AS dan sekutunya.

Walau sudah dibubarkan Bung Karno, namun diyakini kekuatan PSI masih ada dan bergentayangan di jagat politik bahkan kehidupan sehari-hari rakyat Indonesia.

Lalu bagaimana seorang Marhaenis memandang PSI? Bukankah PSI juga yang menjadi aktor di balik keruntuhan rejim Sukarno dan munculnya pemerintahan Orde Baru?

Berawal Dari Pecah Kongsinya PNI-Pendidikan dan Partindo

Partai Sosialis Indonesia
Partai Sosialis Indonesia

Konon ada suatu garis penghubung antara kaum Sosialis-PSI dengan kaum Marhaenis. Sebuah garis yang mengarah pada peristiwa di tahun 1929, yakni ketika Sukarno ditangkap Belanda. Tiga tahun kemudian PNI membubarkan diri.

Sejarah mencatat bahwa salah satu kelemahan partai massa adalah cenderung menyerahkan beban dan kebanggaan partai pada beberapa orang saja. Atau lebih tepatnya pada satu orang saja. PNI adalah contoh yang paling baik mengenai kebiasaan buruk itu.

Begitu Sukarno dan beberapa pentolannya tertangkap, PNI limbung. Sartono membekukan kegiatan PNI ada 1930. Lalu pada 25 April 1931, Sartono membubarkan PNI.

Tidak ada partai yang paling merepotkan Sukarno selain PSI. Kecil namun tengil. Berjiwa intelektual namun sering jadi anak nakal. Bagaimana Marhaenis sebagai pengikut ajaran Bung Karno memandang PSI?

Sebagai kelanjutannya, para pengurus PNI yang tidak terciduk Belanda pecah kongsi. Di pelopori Sartono dan kemudian Sukarno, beberapa pengurus PNI berjuang melalui Partindo. Sisanya bergabung ke sebuah organisasi baru bernama PNI-Pendidikan.

Tokoh-tokoh terkenal PNI-Pendidikan antara lain adalah Muhammad Hatta, Soekemi dan... Sjahrir.

Tokoh yang disebut terakhir inilah yang kemudian menjadi legenda sekaligus pujaan kaum Sosialis-PSI. Bahkan beberapa orang menengarai Sjahrir seperti Sukarno di PNI, Tan Malaka di Murba, Aidit di PKI atau Cokroaminoto di SI.

Menurut Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern, PNI Pendidikan atau yang kadang disebut PNI Baru memang dibentuk Sjahrir untuk menandingi hegemoni Partindo.

Sukarno sudah berjuang mempersatukan PNI-Pendidikan dan Partindo, namun takdir berkata lain. Kekuatan Nasionalis-Marhaenis kini terpecah. Antara PNI-Pendidikannya Sjahrir-Hatta yang lebih menyukai bentuk partai kader dan Partindo Sukarno yang tetap garang, gahar dan trengginas serta konsisten di jalur partai massa.

Sebuah Partai yang Cerdas dan Solid

Berbeda dengan Partindo yang bubar setelah Sukarno ditangkap lagi, PNI-Pendidikan lebih solid. Walau Hatta dan Sjahrir dicokok Belanda, Partai ini tetap eksis. Kepemimpinan berestafet ke seorang tokoh yang bernama Soebagio.

Setelah Hatta dan Sjahrir bebas, bersama dengan beberapa tokoh lainnya mereka berembug. Inti dari pertemuan itu adalah meredifinisi ulang garis perjuangan PNI-Pendidikan agar sesuai dengan nuansa zaman. Maka diputuskan untuk menjelma menjadi sebuah partai baru.

Partai baru jelmaan PNI-Pendidikan itu bernama Partai Rakyat Sosialis atau biasa disebut PARAS. Di sisi lain, pada 12 November 1945 telah terlebih dahulu berdiri PARSI atau Partai Sosialis Indonesia pimpinan tokoh kiri papan atas, Amir Sjarifudin.

Tak butuh waktu lama bagi PARAS maupun PARSI untuk menyadari pentingnya persatuan diantara mereka. Akhirnya pada 17 Desember 1945 di Cirebon, PARSI dan PARAS bergabung menjadi Partai Sosialis.

Tokoh yang disebut terakhir inilah yang kemudian menjadi legenda sekaligus pujaan kaum Sosialis-PSI. Bahkan beberapa orang menengarai Sjahrir seperti Sukarno di PNI, Tan Malaka di Murba, Aidit di PKI atau Cokroaminoto di SI.

Merongrong Bung Besar

Tiga peristiwa yang menjadi duka bagi Marhaen berkaitan dengan PSI. Setidaknya para pentolan PSI.

  • Pertama, adalah Peristiwa Madiun 1948. Pada waktu itu, Amir Sjarifuddin (mantan Ketua PSI) membentuk Front Demokrasi Rakyat. Bersama Musso, mereka memberontak pada pemerintahan yang sah dengan mendirikan suatu pemerintahan sempalan. Konon namanya Republik Soviet Indonesia, walau kemudian D.N Aidit membantahnya mentah-mentah.
  • Kedua, Peristiwa Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia / Perjuangan Rakyat Semesta, atau yang sering disingkat PRRI / Permesta. Peristiwa ini menyeret nama Sumantri Joyohadikusumo, pentolan PSI era Sjahrir.
  • Ketiga dan yang paling melukai hati para Marhaenis, turut campurnya organ-organ serta tokoh-tokoh PSI dalam membantu membentuk Orde Baru dan mendongkel Sukarno, khususnya pada kisaran tahun 1965-1967. Pada saat itu nama Soe Hok Gie, aktivis cerdas dari PSI menjadi salah satu aktor utama yang memobilisasi KAMI menggoyang Sukarno.

Tentu sangat wajar jika ada Marhaen dan Marhaenis yang memandang sinis PSI. PSI nampak labil dan gagal untuk bersatu dalam satu barisan anti-neokolonialisme bersama Sukarno, PNI dan organ-organ lainnya.

Fakta yang ada, tokoh-tokoh PSI justru berseberangan dengan Sukarno dan bahkan menjadi salah satu pilar kuat penyangga Orde Baru.

Dalam peristiwa Madiun 1948, sebenarnya bisa dikatakan saling bunuh sesama kader Komunis. Musso di satu sisi dan Tan Malaka di sisi yang lain.

Sedangkan yang paling melukai hati para Marhaenis, turut campurnya organ-organ serta tokoh-tokoh PSI dalam membantu membentuk Orde Baru dan mendongkel Sukarno, 

Namun ternyata, ada Amir Sjarifuddin dan FDR (Front Demokrasi Rakyat, gabungan organ-organ sosialis-komunis di bawah Amir dan Musso) di sana. Jelas terlihat bahwasannya PSI tidak sepenuhnya solid. Faksi Sosialis-Komunis (atau Komunis yang tercerai-berai paska PKI dibubarkan Belanda), menghinggapi PSI dan menikmati banyak posisi menarik saat Amir menjabat Perdana Menteri.

Dalam peristiwa tersebut, Dr Muwardi, ketua Barisan Banteng, tewas misterius. Gerakan Revolusi Rakyat, GRR, organ induk Barisan Banteng, menuduh Sayap Kiri pelakunya. Peristiwa ini berlangsung di Solo.

Dari Solo, konflik merembet ke daerah-daerah sekitarnya hingga memuncak di Madiun. FDR yang didalamnya terdapat unsur Pemuda Sosialis Indonesia dan PKI faksi Musso menantang pemerintahan yang sah.

Ini terjadi ketika Republik menghadapi agresi Belanda 1948. Tentu peristiwa ini sangat disayangkan. Republik seperti di tusuk dua kali, depan dan belakang.

Yang kedua, ketika para penguasa militer daerah membentuk PRRI / Permesta. Banyak fakta membuktikan mereka mendapat sokongan dari luar negeri.

Walau Sjahrir tidak menyetujui aksi PRRI / Permesta tersebut, namun ia terkesan lamban untuk mengutuk para pemberontak itu. Mungkinkah karena ada Sumitro di sana?

Entah apa yang terjadi dengan GMNI dan CGMI, hingga mereka seperti tak berdaya menghadapi KAMI dan KAPI.

Terakhir, keterlibatan oknum-oknum PSI dalam memobilisasi massa mahasiswa mendongkel Orde lama.

Ini sangat mengejutkan, pasalnya sehebat apapun Gerakan Mahasiswa Sosialis (GMS)  dan pentolannya, tapi mereka tidak hanya berhadapan dengan CGMI, melainkan juga GMNI dan bahkan Perhimi serta Germindo. Organ-organ ini adalah organ mahasiswa kenamaan di masa itu. GMNI dan CGMI bahkan menjadi organ mahasiswa terkuat melebihi organ lainnya.

Tetapi politik memang tak bisa diduga. GMNI dan CGMI seakan kalah dari KAMI. Walau dua organ itu bukan organ kemaren sore, namun mereka gagal untuk menahan laju gerak zaman. Bung Karno lengser, Suharto naik.

Dalam peristiwa ini, Soe Hok Gie perlu mendapat perhatian khusus. Ia yang sempat jadi populer berkat film yang dibintangi seorang aktor kawakan itu, adalah salah satu konseptor berdirinya KAMI sekaligus penghancur Sukarno.

Entah apa yang terjadi dengan GMNI dan CGMI, hingga mereka seperti tak berdaya menghadapi KAMI dan KAPI.

Beberapa teori menyebutkan ada keterlibatan aparat pro-Suharto untuk melakukan back-up kepada massa mahasiswa anti-Sukarno, hingga mereka begitu berani.

Kalah Jadi Abu, Menang Cuma Sorak-sorak

Amir ditembak mati setelah ia diijinkan menyanyikan Indonesia Raya dan Internationale. Setelah Sukarno tumbang, PSI nyatanya tetap mati suri. Hingga hari ini, PSI tidak pernah bisa bangkit apalagi berjaya seperti dahulu. Justru yang ada PSI Bogem Mawar pimpinan jurnalis cantik Grace Natalie.

Jelas sekali bahwa tidak ada keuntungan secara organisatoris bagi PSI setelah Orde Lama berakhir. Beberapa tokoh PSI justru masuk GOLKAR. Bahkan beberapa organ yang dekat dengan PSI bermetamorfosis menjadi anggota GOLKAR. Sebut saja GWS yang tadinya adalah Gerakan Wanita Sosialis menjadi Gerakan Wanita Sejahtera.

Romansa Cinta Kaum Marhaen dan Warga Sosialis

Sjahrir memang sering berseberangan dengan Bapak Marhaenisme, Bung Karno. Namun nyatanya Sjahrir tidak pernah berkhianat. Ketika Bung Karno meminta PSI membubarkan diri, Sjahrir menurut.

Bagi Sjahrir, Indonesia jauh lebih penting. Sjahrir juga yang menjadi rekan kerja Bung Karno, baik semasa di PNI hingga menjadi Perdana Menteri.

Amir Sjarifuddin juga punya romansa tersendiri dengan Bung Karno. Dia juga adalah andalan Bung Karno di masa sulit. Ketika ia jadi Perdana Menteri, Indonesia sedang berhadapan dengan Sekutu dan Belanda.

Walau berakhir tragis, mati dibunuh aparat atas perintah Gatot Subroto, namun ia tetap memiliki tempat tersendiri di hati beberapa kalangan Marhaenis, seperti Sukarno, Hanafi dan Asmara Hadi.

Bung Karno sebenarnya berniat menolong Amir, sama seperti ia berhasil menolong Amir ketika akan dieksekusi Jepang. Sayang kali ini dirinya terlambat. Amir ditembak mati setelah ia diijinkan menyanyikan Indonesia Raya dan Internationale.

Melihat hal ini, maka sudah sepantasnya kaum Marhaen dan Marhaenis memandang kaum Sosialis-PSI sebagai sesama warga bangsa dan sahabat baik untuk membangun cita-cita yang sama. Sebuah dunia tanpa penindasan. Sebuah masyarakat yang adil dan makmur.

Adi
Adi Saya adalah seorang bloger yang sudah mulai mengelola blog sejak 2010. Sebagai seorang rider, saya tertarik dengan dunia otomotif, selain juga keuangan, investasi dan start-up. Selain itu saya juga pernah menulis untuk media, khususnya topik lifestyle, esai lepas, current issue dan lainnya. Blog ini terbuka untuk content placement, sewa banner atau kerja sama lain yang saling menguntungkan.

Posting Komentar untuk "Romansa Marhaenis dan PSI"