Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Mengenal False 9

Kepemimpinan dalam sepak bola sering dipahami secara sederhana: kapten yang berteriak, pemain yang mengangkat trofi, atau striker yang mencetak gol penentu. Padahal, ada jenis kepemimpinan lain yang lebih halus, yang bekerja lewat pergerakan tanpa suara, lewat kecerdikan membaca ruang, lewat kemampuan memaksa lawan salah langkah. Kepemimpinan seperti ini bukan tentang banyak bicara, melainkan tentang membuat seluruh permainan bergerak mengikuti irama seorang pemain.

Dari titik inilah lahir konsep yang disebut false 9. Bukan penyerang tengah tradisional yang menunggu bola di kotak penalti, melainkan pemain yang pura-pura menjadi striker, lalu turun ke lini tengah untuk menciptakan keunggulan jumlah. Ia menyeret bek keluar, membuka ruang bagi rekannya, dan membuat lawan kebingungan. Dengan kata lain, false 9 adalah pemimpin yang memimpin dari bayangan, ia hadir, tapi justru dengan sering “menghilang”.

false 9

Akar Sejarah: Sindelar dan Hidegkuti

Konsep ini bukan baru. Pada era 1930-an, Austria memiliki Matthias Sindelar, dijuluki “Mozart sepak bola”. Tubuhnya kurus, tidak cocok dengan citra penyerang bertubuh besar. Tetapi Sindelar sering turun dari depan ke tengah, membangun serangan, dan menciptakan kombinasi. Bek lawan dibuat ragu: harus mengikuti atau tetap di tempat? Keraguan itu membuka celah. Sindelar bukan sekadar pemain, ia simbol perlawanan Austria terhadap tekanan politik Jerman Nazi—sebuah kepemimpinan yang melampaui lapangan.

Dua dekade kemudian, Hungaria memperlihatkan versi yang lebih sistematis lewat Nándor Hidegkuti. Pada laga legendaris 1953 di Wembley, Hidegkuti berperan sebagai “penyerang palsu”. Ia turun ke tengah, memaksa bek Inggris meninggalkan posisinya, dan Hungaria menang 6-3. Sejak hari itu, sepak bola dunia sadar bahwa penyerang bisa memimpin permainan tanpa harus selalu berdiri paling depan.

Total Football dan Cruyff

Pada 1970-an, Belanda memperluas gagasan ini lewat Johan Cruyff. Ia bisa bermain sebagai striker, sayap, bahkan gelandang. Dalam sistem Total Football, posisi hanyalah nomor, bukan penjara. Cruyff turun dari depan ke tengah, lalu berlari lagi ke kotak penalti. Ia membuat sepak bola menjadi cair, dan false 9 menemukan wajah barunya: penyerang yang memimpin dengan kebebasan.

Italia, Roma, dan Francesco Totti

Italia memberi warna lain pada false 9 lewat Francesco Totti. Di bawah Luciano Spalletti pada 2006/07, Roma bermain tanpa striker murni. Totti, yang aslinya trequartista, dipasang sebagai penyerang tengah. Hasilnya mengejutkan: Totti mencetak 26 gol dan meraih Sepatu Emas Eropa.

Bedanya dengan versi sebelumnya, Totti tidak hanya turun ke tengah, tapi juga mampu menyelesaikan peluang dengan tajam. Roma memainkannya sebagai pusat dari sistem 4-6-0—formasi tanpa penyerang, tapi dengan serangan cair. Totti membuktikan bahwa false 9 bukan eksperimen, melainkan senjata serius.

Barcelona, Messi, dan Revolusi Guardiola

Jika ada satu momen ketika false 9 menjadi kata populer di seluruh dunia, itu adalah Barcelona era Pep Guardiola. Tahun 2009, Guardiola menempatkan Lionel Messi sebagai penyerang tengah melawan Real Madrid. Messi tidak berdiri menunggu bola, ia turun ke tengah, menarik bek keluar, dan membuka jalur bagi Pedro serta David Villa. Hasilnya: kemenangan 6-2 di Bernabéu.

Sejak itu, Messi menjadi simbol false 9 modern. Ia bukan hanya memancing lawan, tetapi juga pencetak gol utama. Dengan lebih dari 90 gol pada 2012, Messi memadukan peran playmaker dan finisher. Dunia pun mulai meniru Barcelona.

Spanyol Euro 2012: Tim Tanpa Penyerang

Tidak lama setelah Barcelona, tim nasional Spanyol membawa false 9 ke level kolektif. Pada Euro 2012, Vicente del Bosque sering memainkan Cesc Fàbregas sebagai penyerang tengah. Padahal, Fàbregas aslinya gelandang. Spanyol tetap mendominasi, dan bahkan menang 4-0 di final melawan Italia.

Banyak yang menyebut tim ini bermain dengan “tanpa striker”. Tapi sebenarnya, mereka hanya memperluas ide false 9: semua pemain bisa mengisi kotak penalti, semua bisa mencetak gol, dan tidak ada lagi figur tunggal yang menjadi pusat.

Liverpool dan Roberto Firmino

Di Premier League, contoh paling sempurna adalah Roberto Firmino di Liverpool. Berbeda dengan striker klasik, Firmino tidak mengejar jumlah gol tinggi. Ia justru turun ke tengah, menutup jalur umpan lawan, lalu memberikan ruang untuk Mohamed Salah dan Sadio Mané.

Firmino disebut sebagai “jantung tak terlihat” Liverpool. Ia mencetak gol penting, tapi kontribusi terbesarnya ada pada pressing dan koneksi antar lini. Dalam banyak analisis, Firmino disebut sebagai buku teks false 9 era modern—pemain yang memimpin serangan tanpa harus jadi top skor.

Ketangguhan Bobby dalam menguasai ditambah dengan visi bermainnya, membuat semua orang sayang Firminho. Dia dianggap false 9 sempurna yang cerdas dan tidak egois.

Napoli, Chelsea, dan Varian Baru

Italia kembali melahirkan contoh menarik lewat Dries Mertens di Napoli era Maurizio Sarri. Awalnya Mertens adalah winger. Namun ketika Napoli kehilangan striker, ia dipasang di tengah. Ternyata berhasil: Mertens mencetak banyak gol, tetapi dengan gaya berbeda dari striker tradisional. Ia lebih kecil, lebih lincah, dan memanfaatkan ruang dengan cerdas.

Di Inggris, Kai Havertz juga memainkan peran ini di Chelsea. Ia mencetak gol di final Liga Champions 2021 sebagai penyerang tengah yang cair. Havertz bukan targetman, melainkan gelandang serang yang bergerak bebas. Chelsea menekankan bahwa false 9 bisa berfungsi dalam sepak bola yang lebih pragmatis.

Manchester City: Rotasi Tanpa Penyerang

Guardiola juga membawa false 9 ke level ekstrim di Manchester City. Pada musim 2020/21, City bermain tanpa striker murni. Kadang De Bruyne, kadang Foden, kadang Bernardo Silva menjadi penyerang tengah palsu. Rotasi ini membuat City sulit dibaca.

Namun uniknya, Guardiola kemudian membeli Erling Haaland, seorang poacher striker dengan gaya klasik. Artinya, false 9 bukan dogma. Ia hanya salah satu pilihan dalam kotak alat taktik.

Nama Lain: Salah, Kane, dan Benzema

Ada pemain lain yang kadang disebut false 9, meskipun tidak sepenuhnya tepat.

  • Mohamed Salah: beberapa kali bermain di tengah untuk Liverpool, tetapi ia lebih tepat disebut winger yang dipusatkan.
  • Harry Kane: sering turun ke lini tengah untuk mengoper bola kepada Son Heung-min. Kane adalah contoh striker modern yang bisa menjadi “9 setengah” atau “false 9 situasional”.
  • Karim Benzema: bukan false 9 murni, tetapi sering turun untuk memberi ruang kepada Cristiano Ronaldo. Ia penyerang kolaboratif, percampuran antara targetman dan kreator.

Ada juga eksperimen lain: Leandro Trossard di Arsenal, João Félix di Atletico/Madrid, hingga Julian Álvarez di City. Semua menunjukkan bahwa peran ini kini lebih cair.

Perdebatan: Apakah Maradona dan Nedvěd Termasuk?

Beberapa orang menyebut nama besar lain seperti Diego Maradona atau Pavel Nedvěd. Tetapi sebenarnya mereka berbeda. Maradona adalah “enganche” khas Amerika Selatan: playmaker nomor 10 yang bermain di belakang striker. Ia tidak berpura-pura menjadi penyerang tengah, melainkan murni penghubung antar lini. Nedvěd pun gelandang sayap yang sering menusuk ke dalam, bukan false 9.

Menyematkan label false 9 pada mereka membuat definisi kabur. Lebih adil jika kita merayakan mereka pada posisinya masing-masing.

Mengapa False 9 Murni Kini Jarang?

Saat ini false 9 murni sulit ditemukan. Ada dua alasan utama:

Sepak bola semakin kolaboratif.

Dulu tim butuh satu pemain yang memimpin dari depan. Sekarang, kreativitas dibagi rata. Bek sayap bisa masuk ke tengah, gelandang bertahan bisa naik, bahkan kiper bisa membangun serangan. False 9 sudah “menyebar” ke dalam fungsi tim.

Pertahanan modern semakin pintar.

Lawan kini terbiasa menghadapi pergerakan ke dalam. Mereka tidak mudah terpancing. Selain itu, pressing tinggi membuat false 9 sulit punya waktu untuk menerima bola di lini tengah.

Karena itu, banyak tim kembali menggunakan striker klasik, tetapi menambahkan elemen false 9 dalam perannya. Haaland di City, misalnya, tetap menjadi targetman, tetapi juga ikut terlibat dalam kombinasi.

Perbedaan False 9, Poacher Striker, dan Second Striker
Aspek False 9 Poacher Striker Second Striker
Posisi awal Memulai sebagai penyerang tengah, sering turun ke lini tengah. Berada di garis terakhir pertahanan lawan, dekat kotak penalti. Beroperasi di belakang striker utama (antara lini tengah dan kotak penalti).
Tujuan utama Membuka ruang, menciptakan keunggulan jumlah di tengah, memancing bek. Mencetak gol cepat dari jarak dekat; memanfaatkan peluang kecil. Menghubungkan gelandang dengan striker; memberi assist sekaligus mengancam gol.
Gaya permainan Turun menjemput bola, mengalirkan umpan, kombinasi satu–dua, rotasi posisi. Menjaga posisi, membaca bola pantul, berlari di belakang garis, penyelesaian satu sentuhan. Pergerakan bebas di half-space, kombinasi, tembakan dari second line.
Kualitas kunci Visi, teknik umpan, pemahaman ruang, kecerdasan taktik. Insting gol, penempatan posisi, reaksi cepat, timing lari. Kreativitas, koordinasi dengan 9 utama, dribel dan umpan kunci.
Peran saat build-up Turun sebagai “gelandang tambahan”, membantu sirkulasi dan progresi. Minim keterlibatan; fokus menjaga ancaman vertikal. Datang ke ruang antarlini untuk memantulkan bola dan membuka jalur tembak.
Peran saat bertahan Memimpin pressing awal, menutup jalur umpan gelandang lawan. Menjaga posisi untuk transisi; pressing situasional. Mepet gelandang lawan, jadi pemicu pressing dan transisi cepat.
Ancaman utama Kreasi peluang dan serangan dari ruang 10; tusukan terlambat ke kotak. Penyelesaian di kotak 6–12 meter; bola muntah dan cut-back. Tembakan dari tepi kotak, umpan terobosan, kombinasi dengan 9.
Kelebihan Mengacaukan referensi bek; membuat tim lebih cair dan sulit dibaca. Efisiensi gol tinggi; memaksimalkan setiap peluang kecil. Fleksibel; bisa jadi kreator dan finisher sekaligus.
Kekurangan Butuh rekan yang agresif menyerang ruang; riskan bila lawan tidak terpancing. Ketergantungan pada suplai; kontribusi build-up terbatas. Butuh chemistry kuat dengan 9 utama; bisa “tumpang tindih” peran.
Contoh pemain Lionel Messi (Barcelona), Francesco Totti (Roma), Roberto Firmino (Liverpool). Filippo Inzaghi, Miroslav Klose, Chicharito Hernández. Wayne Rooney, Alessandro Del Piero, Paulo Dybala.
Kapan dipakai Saat tim ingin dominasi tengah, menarik bek keluar, dan menyerang ruang kosong. Saat tim banyak umpan silang/cut-back dan butuh eksekutor murni. Saat tim butuh kreator kedua di dekat gawang tanpa kehilangan ancaman gol.
Ukuran keberhasilan Jumlah peluang diciptakan, progresi serangan, dislokasi bek lawan. Expected goals (xG) dan konversi peluang di kotak. Assist, key pass, keterlibatan gol (G+A), serta koneksi dengan 9 utama.

Penutup: Warisan False 9

Pada akhirnya, sama seperti skipper, stopper dan libero, false 9 akan bertransformasi sesuai dengan kebutuhan sepakbola modern. 

False 9 bukan hanya soal posisi, tetapi soal kepemimpinan. Pemain yang memainkan peran ini menunjukkan bahwa sepak bola tidak harus selalu ditentukan oleh otot atau tinggi badan. Kecerdikan, keberanian melawan tradisi, dan kemampuan mengendalikan ruang bisa lebih berpengaruh.

Dari Sindelar yang melawan politik, Hidegkuti yang mengguncang Inggris, Cruyff yang membawa kebebasan, Totti yang menjadi simbol Roma, Messi yang membuatnya populer di seluruh dunia, hingga Firmino, Mertens, Havertz, dan generasi baru—semua membuktikan bahwa ada banyak cara memimpin.

Hari ini mungkin kita jarang melihat false 9 murni. Tapi jejaknya sudah menyatu dalam DNA sepak bola modern. Setiap striker kini dituntut bisa turun, setiap gelandang bisa maju, setiap tim harus cair. False 9 telah menyelesaikan misinya: mengajarkan bahwa memimpin tidak selalu harus berada di garis depan.

Adi
Adi Saya adalah seorang bloger yang sudah mulai mengelola blog sejak 2010. Sebagai seorang rider, saya tertarik dengan dunia otomotif, selain juga keuangan, investasi dan start-up. Selain itu saya juga pernah menulis untuk media, khususnya topik lifestyle, esai lepas, current issue dan lainnya. Blog ini terbuka untuk content placement, sewa banner atau kerja sama lain yang saling menguntungkan.

Posting Komentar untuk "Mengenal False 9"