Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Jejak Ny. Supeni : Banteng Sejati PNI

Nama Supeni harus diingat seluruh elemen bangsa. Beliau adalah tokoh bangsa yang tak kenal lelah berjuang untuk Indonesia. Maka tak salah bila Catatan Adi mempersembahkan tulisan ini yang merupakan artikel ke delapan dari Seri Artikel : Catatan Marhaenis. 

Kisahnya setara mitos dan legenda. Namun perjuangannya nyata bagi negara. Ketulusannya untuk partai dan bangsa sangat mengagumkan. Walau sering ia ditekan antek-antek orba. 

Dialah Supeni, legenda hidup PNI. Seorang pengabdi, seorang Marhaenis sejati. Sosok Sarinah sama misteriusnya dengan tokoh bernama Marhaen. 

Apakah mereka benar-benar ada atau hanya sarana Bung Karno untuk menggambarkan ideologinya, tidak ada yang tahu pasti. 

Namun seorang bernama Supeni adalah benar-benar nyata. Bukanlah epos apalagi dongeng. Walau kisah kesetiaan dan pengabdiannya pada Bung Karno terasa di luar nalar manusia pada umumnya.

Awal Perjuangan Supeni

Perjalanan panjang seorang Supeni dimulai di kota Tuban, Jawa Timur. Tanggal kelahirannya kelak menjadi salah satu hari sakral bagi bangsanya. Ia lahir pada 17 Agustus 1917 di Tuban.

Jenjang karir politik Supeni dimulai sejak masa sekolah. Gadis Supeni bersekolah di HIK (Holandsche Indische Kweekschool) Muhammadiyah.  

Di sekolah calon guru jaman kolonial itu, Supeni tidak hanya menuntut ilmu. Ia juga aktif di organ pergerakan, yakni Indonesia Muda cabang Tuban. Keaktifannya di IM membuatnya sering bersitegang dengan guru dan kepala sekolahnya.

Selanjutnya Supeni muda masuk PNI. Tak butuh waktu lama bagi PNI untuk mengetahui potensi besar yang ada dalam diri Supeni.

Ketika Jepang menggantikan Belanda, Supeni masuk Fujinkai cabang Madiun. Banyak hal yang ia pelajari di organ bentukan Fasis Jepang tersebut. Setelah Jepang kalah, Fujinkai berubah menjadi Persatuan Wanita Madiun.

Supeni tercatat aktif dalam berbagai organisasi. Beberapa organisasi yang diikutinya selanjutnya adalah  Kongres Wanita Indonesia ( Kowani) dan Persatuan Wanita Republik Indonesia (Perwari).

Masuk PNI

Kisah selanjutnya, Supeni muda masuk PNI. Tak butuh waktu lama bagi PNI untuk mengetahui potensi besar yang ada dalam diri Supeni. Karirnya terus melesat.

Selain jadi penggerak Partai untuk wilayah Jakarta, Supeni juga dipercaya untuk bekerja di Panitia Aksi Pemilihan Umum (PAPU PNI). Dan memang benar, berkat usaha keras Supeni, PNI keluar sebagai pemenang di Pemilu 1955.

Mengabdi Untuk Negeri

Bukan hanya kepada Partai, wanita kelahiran Tuban ini juga memiliki jejak pengabdian bagi Republik Indonesia, khususnya di bidang hubungan luar negeri.

Pembawaannya yang menarik, wawasannya yang luas dan kecerdasannya yang di atas rata-rata, membuat Bung Karno kerap memberinya tugas-tugas untuk menjadi penghubung dengan para pemimpin negara-negara. Mulai dari Mali, Arab Saudi hingga Korea Utara pernah dilobi oleh Supeni.

Ia bahkan menjadi sosok penting bagi kampanye perebutan Irian Barat ketika Bung Karno menyatakan perang dengan Belanda. 

Supeni jugalah yang melobi banyak pihak agar membantu Indonesia untuk memperlengkapi diri dengan aneka senjata modern.

Selain itu, Supeni juga sangat dikenal di kalangan pemimpin-pemimpin Asia. Ia bahkan pernah melobi delegasi RRT yang bersitegang dengan Uni Soviet agar tidak membuat ulah. Walaupun dua negara itu menganut Komunisme, nyatanya dalam berbagai forum mereka sering tak akur. 

Marhaenis Sampai Akhir

Supeni
Supeni dan bung Karno

Gonjang-ganjing 65 membuat PNI dalam bahaya. Partai Marhaenis terbesar sekaligus Partai nasionalis terkuat itu dalam ancaman yang tidak main-main. Selain menghadapi tentara Suharto, PNI juga dirongrong dari dalam. 

Setelah melewati berbagai onak duri, akhirnya partai banteng ini pecah. Orba melalui Osa-Usep berhasil menguasai pimpinan PNI. Sedangkan Ali, Sartono dan kawan-kawan tersingkir. Termasuk Supeni.

Padahal Supeni telah berjuang habis-habisan untuk partai. Termasuk ketika hari-hari penuh darah itu, ia berkeliling kesana-kemari mencari anak-anak PNI yang kabarnya diculik dan dibunuh. 

Ia juga tak takut berhadapan dengan gerombolan massa anti-Sukarno yang sering berpawai dan mengancam dirinya. 

Sebagai seorang banteng yang ikut serta berjuang di era Belanda dan Jepang, sebenarnya gerombolan itu bukan apa-apa. Selain itu, ada konsensus sebelumnya bahwa putra-putri Bung Karno tidak akan masuk politik praktis

Bertemu Megawati

Suatu hari di tahun 1987, Supeni dan beberapa tokoh sepuh Marhaenis seperti Manai Sophian, Abdul Madjid dan BM Diah mengundang Megawati yang ketika itu masih sangat muda. 

Para legenda hidup PNI ini ingin memastikan kebenaran tentang isu bahwa Mega akan masuk politik praktis lewat PDI.

Desas-desusnya, Supeni tidak setuju Mega yang adalah penerus Sukarno masuk PDI. Ini logis, mengingat PDI adalah produk orde baru. 

Selain itu, ada konsensus sebelumnya bahwa putra-putri Bung Karno tidak akan masuk politik praktis.

Supeni dan tokoh sepuh PNI juga mengkhawatirkan masa depan Mega jika benar akan masuk PDI. Terlebih Supeni sebenarnya sedang mempersiapkan kebangkitan PNI.

Namun Mega yang didampingi Mangara Siahaan dengan tegas menjawab bahwa itu sudah keputusannya. Ia berkata "Aku naar (menuju) Merdeka Utara."

Akhir Karir

Ketika PNI berfusi dengan PDI, nama Supeni benar-benar tenggelam. Tentu ini tidak mengherankan. PDI sejatinya adalah partai produk orde baru. Pembentukan PDI juga terkesan dipaksakan. Walau tidak berperan di PDI, namun nyatanya jiwa Sukarnois Supeni tidak luntur. 

Supeni pernah berjanji pada Bung Karno untuk meneruskan perjuangan dan ajaran Marhaenisme. Tentu tidak mudah memenuhi janji itu. Terlebih Suharto ternyata adalah seorang tiran yang kejam pada musuh-musuh politiknya. Salah-salah, nyawa taruhannya. 

Orang biasa pasti akan dengan mudah menemukan alasan untuk melupakan janji tersebut. Tetapi tidak bagi seorang Supeni. Janji adalah janji. Terlebih janji seorang banteng. 

Dan semestapun menjadi saksi bagaimana di penghujung orde baru, ketika Suharto masih punya taji, banteng Supeni menunjukkan keberaniannya. 

Pada tanggal 1 Juni 1994, berdiri Forum Perjuangan 1 Juni 1945.  1 Juni adalah tanggal sakral bagi kaum Marhaen. Pada tanggal itulah Pancasila disusun oleh Bung Karno.

Melalui Forum Perjuangan itu, ia kemudian membentuk Partai Persatuan Nasional Indonesia (Partai PNI)  Organisasi inilah yang kemudian menjadi PNI Supeni yang dideklarasikan pada 20 Mei 1998. Banyak tokoh sepuh Marhaenis ikut menyokong. Bahkan partai ini berhasil ikut pemilu 1999. 

Di Pemilu 1999 itu, PNI pimpinan Supeni dikepung dua PNI lainnya, yakni PNI Massa Marhaen yang digawangi Irawan Soenario dan Bachtar Oscha Chalik serta PNI Front Marhaenis Probosutedjo. Untuk membedakan dengan dua PNI tersebut, maka diputuskan memakai nama PNI Supeni. 

Sayang PNI Supeni gagal mencapai ambang batas suara. PNI Supeni hanya mendapat 377 ribu suara. Partainyapun terpaksa bergabung dengan partai-partai lainnya untuk berlaga di Pemilu berikutnya.

Supeni Wafat

Kini PNI Supeni melebur dengan PNI pimpinan Sukmawati yang dikenal sebagai PNI Marhaenisme. Sepanjang hidupnya, Supeni selalu memegang teguh ajaran Bung Karno, yakni Marhaenisme. Ia sangat dihormati kawan-kawannya dan disegani lawan-lawannya. 

Pada tanggal 25 Juni 2004, Ny. Supeni meninggal dunia. Dunia dan Indonesia benar-benar kehilangan sosok wanita pejuang dan pemikir dalam dirinya. Dan hingga kini, belum ada satupun sosok wanita yang mampu setara dengan dirinya ; cakap berorganisasi, tulus mengabdi dan teguh berjuang. Hingga akhir hayat. 

Diolah dari berbagai sumber

Adi
Adi Saya adalah seorang bloger yang sudah mulai mengelola blog sejak 2010. Sebagai seorang rider, saya tertarik dengan dunia otomotif, selain juga keuangan, investasi dan start-up. Selain itu saya juga pernah menulis untuk media, khususnya topik lifestyle, esai lepas, current issue dan lainnya. Blog ini terbuka untuk content placement, sewa banner atau kerja sama lain yang saling menguntungkan.

Posting Komentar untuk "Jejak Ny. Supeni : Banteng Sejati PNI"