Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

13 Mei 2021: Momen Toleransi

Ada yang menarik di tanggal 13 Mei 2021 besok. Apa itu? Tentu saja tidak lain adalah dua umat beragama terbesar di dunia, Islam dan Kristen merayakan dua hari raya mereka. Kaum Muslim bersenang-senang menyambut Idul Fitri, umat Kristiani akan khidmat memperingati Hari Kenaikan Yesus Kristus.

Sayang sekali dalam momen yang bisa dibilang langka tersebut, ada beberapa hal yang masih mengusik rasa kemanusiaan kita, yakni kerusuhan antara Hamas dan satuan keamanan Israel di Yerusalem. Seperti biasa, bukan hanya di Israel, beberapa belahan dunia juga turut panas. Banyak pemimpin negara mengeluarkan pernyataan masing-masing, tak terkecuali Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.

Pentingnya toleransi untuk keberlangsungan kehidupan

Momen 13 Mei 2021

Toleransi, memang sesuatu yang mudah diucapkan tetapi sulit untuk dipraktekkan. Hal ini sebenarnya wajar karena manusia adalah tempatnya ego dan kepentingan bermuara. 

Aku jadi berpikir, sampai kapan kita akan terus menerus berkelahi, bertengkar satu dengan yang lain demi kepentingan-kepentingan yang kita perjuangkan masing-masing. Apakah sampai kiamat? Padahal kalau kita lihat, buku-buku pelajaran sedari SD sudah mencantumkan materi tenggang rasa, persatuan dan semangat saling menghargai. Lantas apa yang salah?

Jika kita mau berpikir sebagai sebuah kesatuan, maka pada akhirnya manusia akan mewujudkan apa itu keadlian dan kesetaraan. Baik di bidang politik, ekonomi, pendidikan, budaya dan lain sebagainya.

Andai tidak ada yang membawa-bawa bendera negara, ras, antar golongan, maka sejatinya kita adalah manusia. Sebuah komunitas homo sapiens yang sudah tidak lagi harus dikejar-kejar saibertooth ataupun berburu mamoth. Kita manusia modern. Hidup terasa jauh lebih mudah dari nenek moyang kita sebelumnya. Harusnya.

Namun faktanya, dari jaman perang salib sampai sekarang, manusia getol saling bunuh. Kesadaran untuk bersatu menjadi sebuah keluarga besar pelaksana peradaban belum hadir di setiap sanubari. Padahal itu adalah kunci untuk melejitkan kualitas kehidupan.

Bayangkan jika tidak harus ada perang, maka kita tidak butuh tentara. Industri akan berhenti membuat tank, bom ataupun mesin pembunuh lainnya. Justru anggaran untuk riset di bidang medis, astronomi dan budaya bisa enjadi lebih besar. 

Sebelum sampai ke sana, maka kembali lagi, kuncinya adalah kesadaran. Sadar untuk menjaga planet ini dan segala kehidupan di dalamnya. Sadar bahwa kelaparan di Sudan, banjir di India, maupun anak-anak terlantar di Indonesia juga urusan orang Cina, Amerika, Eropa dan Australia. 

Selain berbagi penderitaan, manusia ketika nanti sudah bersatu, juga akan berbagi kebahagiaan. Kecantikan niagara bukan lagi monopoli orang Kanada. Melimpahnya minyak di Irak juga dinikmati semua bangsa dari Karibia hingga Oceania. Di saat itu tiba, maka seluruh manusia akan menjaga alam agar tetap lestari. Hutan di Amazon dan Kalimantan dilindungi dengan baik dari ancaman penjahat besar maupun kecil. Anak gadis Eropa Timur tidak lagi diperjualbelikan. Dan kita tidak butuh organisasi-organisasi militer yang menghabiskan uang serta menghambur-hamburkan kehidupan.

Bisakah kita sampai ke sana? Meski demikian, tidak berarti perbedaan akan lenyap seiring bersatunya umat manusia. Akan ada orang Jepang yang menjadi penganut Shinto maupun pengikut Saksi Jehuwa. Orang India juga tetap terdiri dari ratusan sekte Hindu. 

Pun demikian dengan bangsa-bangsa lain. Dan andaikan istilah bangsa dan negara, bahkan agama tidak ada lagi, tetap ada perbedaan. Ada yang suka makan soto dan benci durian. Ada yang mual melihat kuah soto dan suka durian. Itu wajar. Itu adalah natur manusia. Maka sebagai perekat, toleransi haruslah diperkuat.

Saatnya membumikan toleransi

Para pemimpin harus duduk bersama untuk saling berdiskusi bagaimana teknik yang tepat mengajarkan toleransi agar orang tidak saling bunuh gara-gara beda warna favorit atau punya klub kesukaan yang berlainan. 

Tehku sudah dingin. Namun mungkin di tempat lain, udara terasa panas. Panas dan menyesakkan karena kekurangan kita sebagai manusia menyadari hakikat kemanusiaan kita. Semoga seiring berjalannya waktu, semua akan menjadi lebih baik. 

Panjang umur, hal-hal baik! 

Adi
Adi Saya adalah seorang bloger yang sudah mulai mengelola blog sejak 2010. Sebagai seorang rider, saya tertarik dengan dunia otomotif, selain juga keuangan, investasi dan start-up. Selain itu saya juga pernah menulis untuk media, khususnya topik lifestyle, esai lepas, current issue dan lainnya. Blog ini terbuka untuk content placement, sewa banner atau kerja sama lain yang saling menguntungkan.

Posting Komentar untuk "13 Mei 2021: Momen Toleransi"