Menjadi Pengguna Teknologi Yang Baik
![]() |
sumber : unsplash |
Sudah dari sono-nya, sifat manusia itu adalah gak mau susah. Kalau bisa gampang kenapa
dibikin susah. Kalau bisa cepat kenapa dibuat lambat. Sadar atau tidak, dari
sifat manusia yang hakiki inilah lahir yang namanya teknologi.
Mulai dari batu
yang dibikin tajam buat mbetheti
daging dinosaurus sampai facebook dengan segala keajaibannya. Sungguh menjadi
susah itu adalah sebuah dosa besar, jika ternyata bisa diambil jalan
gampangnya.
Teknologi buatan
manusia inipun akhirnya berkembang. Kalau ente
lagi ga punya kerjaan, coba ente menganal-lisa
perjalanan hidup manusia dari jaman T-Rex gigit besi sampai jaman iphone
sekarang ini. Semua teknologi diciptakan untuk memudahkan kerja manusia dalam
upaya memenuhi kebutuhannya, baik jasmani dan juga rohani.
Para pencipta,
seperti Edison, Tesla atau Zuckerberg adalah pahlawan-pahlawan umat manusia
yang tak lekang oleh zaman. Dari buah kerja keras merekalah, kita bisa mandi
malam hari tanpa takut gelap, atau cari pacar gelap di dunia maya tanpa takut
kena gerebek. Masalahnya, paska penemuan teknologi tadi, kebanyakan manusia
yang jauh dari kemampuan sebagai seorang pencipta hanya bisa menikmatinya saja.
Akibatnya budaya kerja keras yang dipegang teguh oleh sebagian orang justru
menciptakan fenomena konsumtivisme yang akut bagi sebagian lainnya.
Coba tebak, berapa
orang yang susah payah menyelami dan mendalami kode-kode komputer dibalik
munculnya facebook. Boro-boro, Vroh! Cuma mikir sejenak kalau status yang
dipost random itu hoax atau kebenaran aja kadang males. Yang ada orang bikin
akun facebook sebanyak-banyaknya demi bisa mem-bully orang-orang yang ga
sepaham dengan dirinya.
Inilah yang
dinamakan generasi konsumtif. Generasi yang nir-kreatif. Mereka menjadi
keranjingan pada teknologi tapi hanya sebagai user. Parahnya lagi mereka seolah-olah sudah berevolusi sangat
cerdas sehingga memiliki IQ setara dengan allien dari planet B-4b1 dari gugusan
galaksi Andromeda sehingga selain ngotot juga ga segan-segan ngamuk-ngamuk walau alur logikanya melenceng ga karuan.
Kalau sudah begini
maka manusia justru akan menjadi sangat tidak produktif gara-gara teknologi.
Tapi jangan salah analogi, ini semua terjadi karena mereka terlena, bukan
karena teknologinya. Mereka terlalu masuk dalam arus kenikmatan kemudahan,
padahal itu semua hanya semu. Lha wong
mereka kan user, lebih tepatnya lagi
user karbitan yang hobi ngemil hoax.
Fenomena ini
sebenarnya udah ada di sekitar kita. Coba tengok kiri kanan. Atau jangan-jangan
ente sendiri. Apakah teknologi
membuat kinerja ente semakin kreatif
atau menyulap ente jadi robot.
Inilah yang
dinamakan malas dalam arti yang sejelas-jelasnya. Malas sejak dalam pikiran.
Mau cari arah dari Tugu Pahlawan ke Gang Dolly, tapi malu tanya sama
orang, tinggal buka hp trus ngomong Ok, Google. Mau dapet gelar sarjana
tapi ogah bikin skripsi, tinggal searching trus nyomot karya tulis orang
lain. Mau pinter agama tapi ga mau susah, tinggal ikut grup-grup Whatsapp yang
bertebaran di luar sana. Isok bangkrut
bakule terasi, rek!
Fenomena bangga
sebagai user, terutama user karbitan ini, ujung-ujungnya hanya meresahkan
masyarakat. Merasa sudah khatam
berbagai ilmu setelah baca dalil-dalil dari satu dua blog yang pengarangnya
ternyata juga sama-sama buta ilmu. Lalu kemudian berteriak paling nyaring
sembari mengatakan orang lain sesat. Oh kamerad, obat mencret di pasar turi
banyak lho!
Parahnya lagi,
segelintir elite global yang mengerti akan fenomena amburadul macam gini lalu
turun gunung. Mereka tak sendirian, tapi ditemani dengan ahli intelejen yang
mungkin cara kerjanya mirip agen MIB. Datang, bekerja lalu buat seakan tidak
terjadi apa-apa.
Lihat saja,
bagaimana operasi cuci otak besar-besaran yang menyasar semua kalangan, mulai
dari remaja yang putus cinta sampai mantan TKW yang ngakunya pernah disiksa
majikannya. Dengan gagah perkasa para user penikmat teknologi ini akhirnya
mau-mau saja mendaftar gratis aksi kamikaze alias bom bunuh diri. Sisanya yang
lain? Bergerilya, bersembunyi dibalik kuatnya benteng enkripsi WA dan Telegram
yang tidak terjamah pihak ketiga demi merekrut calon-calon pengantin lainnya.
Orang waras memang
harus ikut berteriak. Harus ikut mengadakan aksi kontra pembodohan. Teknologi
harus dikembalikan pada khittoh-nya, yakni untuk mempermudah dan membuat
kinerja manusia makin efektif, sehingga laju peradaban bisa berkembang dengan
lebih baik. Bukannya justru menciptakan monster-monster yang membenci sesamanya
dan sok anti kemapanan tetapi bersembunyi di balik hak asasi manusia dan
demokrasi (opo meneh iku?).
Masyarakat harus
segera diberi serum agar bisa segera sembuh dari virus user karbitan. Atau
setidaknya yang belum terkontaminasi, bisa dijauhkan dari virus laknat itu.
Virus ini sebenarnya bermula dari kemalasan akut dari para user untuk meneliti
lebih jauh berbagai info yang mereka dapatkan. Bukan hanya melulu menikmati
begitu saja tanpa di anal-lisa terlebih dahulu.
Semoga di tahun
2019 ini, kita dijauhkan dari segala sifat malas dan mulai menjadi seorang user
yang cerdas dan selalu berpikir jernih. Cara pertama untuk memulainya adalah
dengan sering-sering membaca artikel di situs kesayangan kita ini, Catatan Adi yang selalu di hati.
Posting Komentar untuk "Menjadi Pengguna Teknologi Yang Baik"
Komentar Anda akan muncul setelah kami review.