Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Mencoba Rawon Gajah Mada Frontage Surabaya

Rawon Gajah Mada Yang Selalu Bikin Mata Terpana.  Bagi mereka yang sering melewati jalur Frontage SuSi (Surabaya-Sidoarjo), pasti tidak asing dengan yang namanya Rawon Gajah Mada.

Mungkin ada yang sudah mencobanya, tapi pasti lebih banyak yang hanya bisa membatin, membayangkan untuk mencicipi seperti apa rasanya. Penulis tadinya termasuk golongan yang kedua.

Karena memang sejak dibuka pertama kali (kalau tidak salah di tahun 2016) sudah ada hasrat yang begitu besar untuk segera melahap kuliner khas wong Jowotimuran itu. Rawon, siapa yang tidak suka? Sop berkuah pekat yang penuh dengan rempah dan bumbu yang khas. Lalu ditambah empal/ daging sapi sebagi lauk utama. 

Di beberapa warung, tak lupa pula ditaburi bawang goreng dan sayur toge. Kadang pula untuk versi lengkapnya, sebutir telor asin, krupuk udang dan sambal merah juga disuguhkan untuk menambah daya dobrak sang rawon melawan rasa lapar.

rawon gajah mada
ilustrasi rawon gajah mada

Maka hari itu, kamis malam yang sejuk ditemani angin sepoi-sepoi dan raungan kendaraan para pekerja yang baru pulang melewati pertigaan Jemursari-Frontage, penulis dan saudara seperjuangannya berkesempatan untuk mencicipi menu di Rawon Gajah Mada. 

Untuk mengabadikan momen bersejarah itu, tidak tanggung-tanggung, dua gadget di keluarkan dari peraduannya, Sonny Experia E5 dan Nokia 290. (Sayang gambarnya ilang..... hikshiks). Sepulang dari hajatan tersebut, penulis langsung mengambil laptop dan mengacuhkan rasa kantuk yang sudah mulai menyeruak untuk menyajikan laporan wisata kuliner ini pada khalayak. Semoga diterima dan ditindak lanjuti. Hohoho

Tempat

Secara umum tempatnya nyaman. Walau konsepnya warung tenda, tapi tendanya besar dan luas. Ada tiga lajur utama, yakni dua lajur yang diisi jejeran meja yang berbaris. 

Di setiap meja dikelilingi sekitar 4 sampai 6 kursi. Sedang dilajur tengah, meja disusun memanjang dan kursi-kursi ditata memanjang pula dan saling berhadapan.

Karena ini konsepnya outdoor resto, maka tidak terlalu pengap. Pengunjung juga bisa menikmati pemandangan sekitar. Konsep outdoor ini memberikan kenyamanan tersendiri.

Dari pengamatan amatir penulis, warung ini jarang terlihat benar-benar penuh sesak. Tapi juga selalu saja ada yang datang. Seperti waktu itu, penulis melihat sudah ada setidaknya enam orang yang datang menikmati makanan di sana. Dan seiring berjalannya waktu, dua rombongan lagi yang masing-masing terdir dar 5 orang dan dua orang juga tiba.

Andaikan ada beberapa hiasan seperti vas bunga atau tv yang diarahkan ke pengunjung, bukan ke pegawai warung, mungkin suasana lebih hidup. Apalagi ada nuansa natural seperti bunga atau tanaman yang cocok. Juga hiasan untuk meja selain nomor meja dan asbak.

Rasa

Kalau boleh jujur (ya bolehlah, ini blog gue), rasa rawon di Rawon Gajah Mada jauh dari ekspektasi penulis. Imajinasi penulis membayangkan kuah yang pekat dan penuh dengan citarasa rempah-rempah. Lalu daging empal yang lembut dan menggugah selera. Juga taburan daun bawang, bawang goreng atau sejumput toge segar.

Tapi harus diakui, rawon disini rasanya juga tidak terlalu mengecewakan. Rasanya tetap mantab khas masakan Jawa Timur yang selalu juara. Apalagi nampaknya daging yang disediakan juga kualitas yang baik.

Menu yang disediakan bermacam-macam. Mulai dari rawon aneka lauk (empal, otak-otak, telur asin, dll) sampai nasi campur dan pecel. Pokoknya panganan etanan, cak! Sayang karena keterbatasan waktu, hanya rawon plus lauk empal, telur asin, otak-otak dan lidah  saja yang bisa penulis nikmati.

Untuk penjelasan lebih lanjut, otak-otaknya gurih. Isinya juga cukup lembut. Sudah cukup nikmat untuk sebuah aksi kuliner percobaan. Lidah sapinya juga enak. Walau mungkin kurang gurih. Atau jika digoreng lebih garing (penulis ragu apakah lidah ini memang digoreng), pasti lebih top markotop. Juga bila disediakan bawang goreng pasti lebih sedap. Overall, lidahnya enak. Setidaknya lebih enak daripada menikmati lidah emak-emak sirik yang hobi ngerumpi menghujat orang lain.

Harga

Sebenarnya untuk urusan harga, boleh dikata masih ‘wajar’, walau tidak bisa dibilang meriah. Rata-rata perporsi tanpa kerupuk dimahar dengan 24-26 ribu rupiah. Cukupan lah, walau tidak dianjurkan ketika tanggal tua.

Nah saatnya tiba pada bab kesimpulan. Adapun rentang penilaian adalah A- F (A, B, C, D, E dan F). Sekali lagi, ini adalah penilaian pribadi penulis dengan segala kekurangan dan kelemahannya karena kesempurnaan hanya milik Tuhan YME. 

Tidak ada sedikitpun keinginan buruk bagi penulis, karena pada dasarnya memang penulis hobi menulis. Dibaca syukur, tidak dibaca gapapa. Dipercaya oke, diragukan silahkan buktikan sendiri dan bagikan pengalaman anda.

Allright, tanpa berpanjang kata lagi, maka setelah menimbang dan membanting juga melalui perenungan yang dalam di depan rumah sambil ngopi, maka penulis tampilkan kesimpulan dari hasil wisata kuliner di warung rawon gajah mada jemursari Surabaya.

  • Tempat : B
  • Rasa : B
  • Harga : C

Demikianlah hasil wisata kuliner kali ini. Nantikan kisah-kisah yang membuat anda semakin lapar dan melupakan jadwal diet anda di wisata kuliner berikutnya, seperti petualangan mencari nasi babi di Surabaya. Rock You As Always! 

Adi
Adi Saya adalah seorang bloger yang sudah mulai mengelola blog sejak 2010. Sebagai seorang rider, saya tertarik dengan dunia otomotif, selain juga keuangan, investasi dan start-up. Selain itu saya juga pernah menulis untuk media, khususnya topik lifestyle, esai lepas, current issue dan lainnya. Blog ini terbuka untuk content placement, sewa banner atau kerja sama lain yang saling menguntungkan.

1 komentar untuk "Mencoba Rawon Gajah Mada Frontage Surabaya"

  1. Buat buka puasa tuh kayaknya mak nyos, hu.....salam edukasibahasainggris com

    BalasHapus