Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Menjadi Fans Liverpool Tidak Semudah Itu, Bro!

Memang benar, menjadi fans Liverpool itu berat kau tak akan kuat. Kalau hanya menjadi penggemar musiman saja semua bisa, namun memilih jalan ninja sebagai seorang Liverpudlian tidaklah gampang.

Ingat sepuluh musim terakhir, cacian dan bullian yang tak kunjung henti, menyerang dari segala sisi, seperti antara mau hidup dan mati. Ingin berkelit namun rasanya sangatlah sulit. Tiap minggu dibuat berdebar, bahkan ketika melawan tim sekelas Sunderland atau QPR.

Masih ingat ketika kapten Steven Gerrard terpeleset di lapangan kala melawan Chelsea? Momen terkutuk dan lalu hilanglah asa menjadi pemenang. Next year jadi semboyan, cibiran serasa makanan tiap pekan.

Kali ini LFC yang begitu meyakinkan di awal justru kalah dua kali dari Atletico Madrid. Sedang di kompetisi lokal, jejak emas yang sudah dibuat terpaksa tertunda gara-gara Corona.

Liverpudlian, fans Liverpool garis keras.
Fans sejati tertawa dan menangis bersama

Namun fans sejati memilih bertahan, yakin suatu saat klub naik perlahan. Tiap termin transfer dibuka, berdoa agar dapat pemain yang handal dan perkasa. Bisa persembahkan trofi Liga, setidaknya Piala FA.

Apa daya bertahun-tahun hanya menjadi mimpi, diakhir dengan ucapan next year agar tak hilang nyali. Itulah kami, fans lawas dari klub yang tertatih. You'll Never Walk Alone jadi jingle tiap akhir musim dan berharap peruntungan di musim setelahnya.

Itulah masa Benitez, Hodgson, King Kenny dan Rodgers. Para pemain datang dan pergi, termasuk yang sudah dapat nama dan ketenaran seperti duet hebat Liverpool Heskey - Owen. Klub hanya dijadikan batu loncatan, lalu minggat ke kubu lawan. Industri sepakbola memang kejam, kawan.

Itulah masa dimana lini depan tampil angin-anginan. Lini tengah sering bermain pincang dan benteng pertahanan porak-poranda.

Itulah era dimana Salah masih main di Chelsea, Firminho berkutat di Bundesliga dan entah dimana Mane berada. Semua terasa pahit. Sekilas dapat Champion sekali tetapi kemudian bahkan tak lolos empat besar.

Di masa itu Liverpudlian benar-benar ditantang. Melihat bahagiannya Setan Merah atau riang gembiranya Citizen. Gelar juara selalu berkutat pada keduanya, kadang Chelsea dan terakhir Leicester City ikut menyerobot.

Tetapi kini semua berubah di saat trio Firmansah datang. Gonjang-ganjing liga kepala singa membuat dunia terhenyak. Liverpool tampil menggila di musim 2018-2019. Walau gagal mendapatkan trofi EPL, namun berhasil menggondol si kuping besar. The Reds kembali menjajah Eropa. Liga Champion direbut paska perang hidup mati melawan Spurs di Madrid.

Kini, menatap tahun 2020, Liverpool tampil kesetanan. Hingga akhir Januari, anak-anak Jurgen Klopp tidak pernah tumbang. Ini rekor baru, Liverpool belum pernah kalah dan hanya sekali imbang.

Lalu semua serasa aneh. Para fans dadakan lahir. Mereka riuh rendah berkomentar. Menjerit. Menyanyi. Pasang Status. Beli jersey.

Di mana mereka ketika Torres, Suarez dan Coutinho pergi? Apa mereka juga menahan malu dibully tanpa henti? Tidak!

Gerrard terpeleset waktu melawa Chelsea
Momen ketika Gerrard terpeleset

Inilah susahnya jadi fans Liverpool. Ketika terpuruk bernyanyi sendirian. Ketika berjaya kalah nyaring dengan pendukung dadakan yang latah.

Tentu sebagai fans lawas kita tak ingin periode next year muncul lagi. Menghinggapi tim Merseyside bertahun-tahun. Kita sudah kenyang lihat Liverpool kalah sama tim gurem.

Lantas bagaimana bersikap? Biarkan saja, Kop! Mari ikut bergembira bersama mereka. Bukankah itu esensi sepakbola, khususnya bagi kau kelas pekerja. Hilangkan penatmu, lupakan ocehan bosmu, tanggalkan bebanmu ayo bergembira bersama Mane, Milner, Van Dijk dan Bobby.

Jangan sampai kembali ke  Liverpool era 2014 yang suram. Itu masa lalu yang harus jadi pelajaran berharga untuk tidak terulang. 

Dua puluh delapan tahun puasa gelar mengajarkan bahwa fans datang dan pergi, namun Liverpudlian sejati tak akan pernah ke lain hati. Ingat saja wajah mereka yang kini bergembira ketika Salah menceploskan gol. Apakah jika semua usai dan turbulensi datang mereka masih menyanyikan YNWA?

Ambilah pelajaran dari Suarez, Sterling dan Emre Can. Siapa yang tertawa bersamamu ketika menang, belum tentu ada di sisimu ketika terpuruk. Buktinya Coutinho juga jadi ampas di Bayern Munchen. Mungkin kualat ya.
Adi
Adi Saya adalah seorang bloger yang sudah mulai mengelola blog sejak 2010. Sebagai seorang rider, saya tertarik dengan dunia otomotif, selain juga keuangan, investasi dan start-up. Selain itu saya juga pernah menulis untuk media, khususnya topik lifestyle, esai lepas, current issue dan lainnya. Blog ini terbuka untuk content placement, sewa banner atau kerja sama lain yang saling menguntungkan.

Posting Komentar untuk "Menjadi Fans Liverpool Tidak Semudah Itu, Bro!"