Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Ketika Kita Sibuk Membahagiakan Diri Sendiri

Sebenarnya masalah utama manusia adalah manusia itu sendiri. Banyak orang susah melihat orang lain senang, atau sebaliknya, senang ketika yang lain susah.

Sebagai pembandingnya, muncul kembali filsafat stoik, yakni mencari kebahagiaan dari hal-hal yang memang ada di dalam diri manusia, bukannya di luarnya. 

Stoik berupaya menjelaskan bahwa ada dua kondisi dalam hidup ini, yaitu kondisi yang bisa kita ubah dan yang tidak bisa kita ubah.

Kita harus menerima keduanya. Respon kita atas 'apa yang terjadi' adalah faktor utama yang menentukan kebahagiaan, bukan kondisi di luar ini. 

Artinya, apa yang terjadi dengan orang lain, seharusnya tidak bisa mengintervensi bagaimana kita berbahagia.

Membanding-bandingkan Hidup

sibuk berbahagia
sibuk berbahagia

Hidup yang selalu dikomparasikan dengan orang lain sebenarnya memang sebuah kewajaran. Tidak ada orang yang benar-benar paham apa itu stoik, bahkan para youtuber yang ngaku sudah jadi stoik selama sekian tahun bisa jadi hanya omong kosong.

Untuk diketahui filsafat santai ala stoik memang keren. Tapi bisakah itu dijalani secara sempurna? Menurut saya pribadi, tidak!

Manusia memiliki kandungan-kandungan negatif, seperti iri dengki dan dendam, sesuatu yang sudah dari sononya.

Memang ada banyak orang yang gagal dalam mengatur dan menyusun emosi-emosi natural sehingga membiarkan dirinya membanding-bandingkan hidup dengan orang lain.

Pada akhirnya hanya penderitaan yang ada. Terlebih jika sosok yang kita jadikan acuan untuk dibandingkan adalah terlalu sempurna, sekaligus kita melihat hanya dari sudut pandang tertentu saja, yang enak saja. 

Sibuk Berbahagia

Sebenarnya Tuhan dan semesta sudah memberikan pekerjaan yang cukup berat kepada masing-masing manusia, yaitu untuk sibuk berbahagia.

Adi, penulis Catatanadi.com

Inilah kunci sebenarnya, yaitu menyibukkan diri untuk berbahagia dengan apa yang ada. Tidak perlu menolak untuk membandingkan, tetapi menerima itu semua sebagai sebuah konsekuensi logis dari hidup yang memang tidak pernah adil.

Bayangkan saja, ada orang yang sejak brojol dari emaknya sudah kaya raya. Sedangkan dirimu masih awang-awangen mau beli pecel lauk tempe atau cukup mi instan tanpa telor lagi.

Daripada mengikuti manusia-manusia pilihan Tuhan ini di media sosial, lebih baik kita berbahagia. Upload sega pecel lauk tempemu jika memang itu membuatmu bahagia. Jangan ragu merekam ulah kucingmu yang menolak makan iwak asin sega wingi jika itu lucu. 

Tuhan juga tidak akan protes, karena bukankah Dia yang menetapkan hidupmu berada dalam level seperti sekarang ini.

Sibuklah bekerja dan berbahagia. Nanti juga level hidupmu naik pelan-pelan, sesuai dengan sewajarnya. Kalau naiknya mak joss secepat roket, jangan-jangan itu kamu dapatkan dari hasil yang kurang bener. Korupsi misalnya. Atau ngeslot. 

Sibuk berbahagia dengan diri sendiri dan apa yang dipunyai juga akan membuat dunia menjadi lebih baik. Setidaknya manusia kehilangan satu lagi calon psikopat gila. Ingat Joker? Walau fiksi tapi sebernarnya di dunia nyata banyak orang jahat seperti ini, yang tidak bisa menerima dirinya sendiri.

Meski begitu, memang susah untuk tidak mendengarkan bacotan orang lain, terlebih jika bacotan itu benar. 

Misal, mereka membacot tentang keadaanmu yang kere hore, dan memang kamu proletar kere. Masalahnya, mereka tidak memberimu makan. Harusnya tidak berhak mulut mereka memberimu komentar pedas. 

Tapi bacot orang siapa bisa menghentikan, kecuali dirimu punya kuasa untuk memenjarakannya dengan pasal ini undang-undang itu. Beres sudah. Kalau tidak punya, sabar aja. Jadikan kesempatan belajar ilmu ikhlas

Nah, ini sudah sampai di akhir curhatku. Tidak perlu susah-susah beli buku stoik. Jalani saja hidup dengan mengurangi intensitas mengamati hidup orang. Fokus menikmati hidupmu sendiri. 

Meski begitu, hidup tidak semudah cocot motivator. Bahkan aku pernah menulis ini dalam postingan yang lalu, yaitu tentang apakah kita butuh motivator. 

Ternyata kita tidak terlalu membutuhkan mereka. Kita sendirilah yang harus jadi motivator bagi hidup kita. 

Karena di atas semua itu, hanya kita manusia terakhir yang benar-benar paham apa yang kita butuhkan, bukan orang lain. 

Adi
Adi Saya adalah seorang bloger yang sudah mulai mengelola blog sejak 2010. Sebagai seorang rider, saya tertarik dengan dunia otomotif, selain juga keuangan, investasi dan start-up. Selain itu saya juga pernah menulis untuk media, khususnya topik lifestyle, esai lepas, current issue dan lainnya. Blog ini terbuka untuk content placement, sewa banner atau kerja sama lain yang saling menguntungkan.

Posting Komentar untuk "Ketika Kita Sibuk Membahagiakan Diri Sendiri"