Apa Itu Proletar?
Istilah proletar sering muncul dalam diskusi politik, ekonomi, dan sosial, terutama ketika membahas soal kelas pekerja dan ketimpangan sosial. Dalam sejarah modern, konsep ini menjadi inti dari teori-teori sosialisme dan komunisme, bahkan membentuk kerangka berpikir banyak gerakan buruh di seluruh dunia. Namun, untuk memahami secara mendalam siapa dan apa itu proletar, kita perlu menelusuri akar sejarahnya, konteks sosial-ekonominya, serta peran yang dimainkan kelas ini dalam perkembangan masyarakat industri dan pasca-industri.
Artikel ini akan membahas secara sistematis: apa itu proletar, bagaimana sejarah istilah tersebut berkembang, dan mengapa hingga kini konsep proletariat tetap relevan dalam memahami dunia kerja, ketimpangan, dan perjuangan sosial.
![]() |
| Proletar |
Apa Itu Proletar? (Definisi Proletar)
Secara sederhana, proletar adalah sebutan bagi kelas pekerja yang tidak memiliki alat produksi, dan karena itu harus menjual tenaga kerjanya untuk bertahan hidup. Dalam sistem ekonomi kapitalis, alat produksi mencakup tanah, pabrik, mesin, modal, dan sarana produksi lainnya. Sementara itu, kelas proletar tidak memiliki hal-hal tersebut, sehingga satu-satunya sumber penghidupan mereka adalah menjual tenaga kerja kepada pemilik modal atau borjuis.
Dalam kerangka teori Karl Marx, proletar merupakan kelas yang berada di sisi bawah struktur ekonomi kapitalis. Mereka menghasilkan nilai lebih (surplus value) bagi kaum borjuis melalui kerja mereka, namun tidak memiliki kendali atas hasil produksinya sendiri. Karena itu, hubungan antara proletar dan borjuis merupakan hubungan yang bersifat eksploitatif — di mana satu pihak memperoleh keuntungan dari kerja pihak lain.
Lebih luas lagi, istilah ini dapat mencakup siapa pun yang bekerja untuk upah tanpa memiliki kendali atas proses produksi: buruh pabrik, pekerja kantor, pegawai toko, pekerja transportasi, hingga pekerja digital masa kini yang menggantungkan hidup pada platform daring. Dengan demikian, proletarisasi tidak hanya terjadi pada abad ke-19, melainkan terus berlangsung dalam bentuk-bentuk baru di era teknologi informasi.
Sejarah Istilah Proletar
Asal-usul dalam Dunia Kuno
Istilah proletar berasal dari bahasa Latin proletarius, yang awalnya digunakan dalam masyarakat Romawi Kuno. Dalam sistem sosial Romawi, proletarii adalah warga negara yang tidak memiliki kekayaan atau tanah, dan karena itu tidak diwajibkan membayar pajak atau berpartisipasi dalam wajib militer. Kontribusi utama mereka bagi negara hanyalah "anak-anak" mereka (proles dalam bahasa Latin berarti keturunan). Dengan kata lain, mereka dianggap tidak memiliki nilai ekonomi selain sebagai sumber tenaga manusia bagi masa depan negara.
Namun, penting untuk dicatat bahwa proletarii dalam konteks Romawi bukanlah kelas pekerja industri seperti yang kita kenal sekarang. Mereka lebih menyerupai rakyat miskin kota yang hidup dari pekerjaan serabutan atau bantuan negara.
Transformasi pada Era Revolusi Industri
Makna proletar mengalami transformasi besar pada abad ke-18 dan ke-19, bersamaan dengan munculnya Revolusi Industri di Eropa. Ketika teknologi baru seperti mesin uap, pabrik tekstil, dan sistem produksi massal mulai mendominasi, jutaan petani kehilangan tanah mereka akibat proses enclosure — pengalihan tanah-tanah komunal menjadi milik pribadi oleh para tuan tanah. Petani yang kehilangan tanah akhirnya bermigrasi ke kota dan bekerja di pabrik-pabrik dengan upah rendah.
Inilah momen lahirnya kelas proletar modern: sekelompok besar manusia yang hidup sepenuhnya dari menjual tenaga kerja mereka kepada pemilik modal industri. Kondisi kerja yang keras, jam kerja panjang, dan upah rendah menciptakan kesadaran baru di kalangan buruh bahwa mereka memiliki nasib bersama — dan dari sinilah benih gerakan buruh mulai tumbuh.
Konseptualisasi oleh Karl Marx dan Friedrich Engels
Karl Marx dan Friedrich Engels mengangkat istilah proletar menjadi konsep teoretis dalam karya monumental mereka, Manifesto Komunis (1848). Mereka menyatakan bahwa sejarah masyarakat manusia adalah sejarah perjuangan kelas, dan dalam kapitalisme, perjuangan utama adalah antara borjuis (pemilik alat produksi) dan proletar (pekerja upahan).
Menurut Marx, proletar adalah kelas revolusioner, karena mereka tidak memiliki apa pun untuk dipertahankan kecuali tenaga kerja mereka sendiri. Melalui perjuangan kolektif, mereka memiliki potensi untuk menggulingkan sistem kapitalis dan membangun masyarakat tanpa kelas, di mana alat produksi dimiliki secara bersama.
Proletar dalam Konteks Sosialisme dan Komunisme
Konsep proletariat kemudian menjadi inti dari ideologi sosialisme ilmiah, yang bertujuan menghapuskan kepemilikan pribadi atas alat produksi dan menggantinya dengan kepemilikan kolektif. Dalam teori Marx, transisi menuju masyarakat komunis hanya bisa terjadi jika kelas proletar berhasil mengambil alih kekuasaan politik dan ekonomi.
Proletariat Sebagai Subjek Revolusi
Dalam pandangan Marx dan Engels, revolusi proletar adalah langkah historis yang tak terelakkan. Ketika kontradiksi antara tenaga kerja dan modal mencapai puncaknya, proletar akan bangkit menuntut perubahan sistemik. Dalam visi mereka, kelas proletar bukan hanya korban kapitalisme, tetapi juga agen perubahan sosial yang akan membebaskan seluruh umat manusia dari eksploitasi.
Lenin dan "Diktatoriat Proletariat"
Vladimir Lenin memperluas konsep Marx dengan menekankan pentingnya partai pelopor (vanguard party) yang dipimpin oleh kaum intelektual revolusioner untuk memimpin perjuangan kelas pekerja. Setelah Revolusi Rusia 1917, konsep diktatoriat proletariat diwujudkan sebagai bentuk pemerintahan sementara di mana kekuasaan politik berada di tangan kelas pekerja — melalui Partai Komunis sebagai representasinya.
Namun dalam praktiknya, pemerintahan yang mengatasnamakan proletariat sering kali berubah menjadi birokrasi negara yang terpusat, menimbulkan debat panjang di kalangan kiri sendiri mengenai sejauh mana konsep ini masih mencerminkan emansipasi kelas pekerja sejati.
Proletar dan Perkembangan Gerakan Buruh
Lahirnya Serikat Buruh
Munculnya kelas proletar di Eropa Barat mendorong lahirnya organisasi-organisasi buruh pada abad ke-19. Serikat buruh berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan hak-hak pekerja: pengurangan jam kerja, peningkatan upah, serta kondisi kerja yang lebih manusiawi. Gerakan ini tidak hanya bersifat ekonomi, tetapi juga politis — terutama setelah banyak negara mulai memberikan hak pilih kepada warga pekerja.
Di Inggris, Trade Union Congress (TUC) menjadi salah satu contoh awal konsolidasi serikat buruh yang kuat. Sementara di Jerman, gerakan buruh berkembang bersamaan dengan munculnya Partai Sosial Demokrat (SPD) yang menjadi salah satu partai politik proletar pertama di dunia.
Gerakan Buruh di Dunia Kolonial dan Pasca-Kolonial
Konsep proletar tidak hanya terbatas pada Eropa. Di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, proletarisasi muncul seiring dengan ekspansi kolonial dan industrialisasi global. Para pekerja perkebunan, buruh tambang, dan pekerja pelabuhan menjadi bagian dari kelas proletar dunia ketiga yang turut memainkan peran penting dalam perjuangan anti-imperialisme.
Di Indonesia sendiri, istilah proletar mulai dikenal pada awal abad ke-20 melalui pengaruh pemikiran kiri dan gerakan buruh Hindia Belanda. Organisasi seperti Perserikatan Komunis Hindia (PKH) dan Sarekat Islam Merah menggunakan istilah ini untuk menggambarkan kaum pekerja dan petani miskin yang tertindas oleh sistem kolonial dan kapitalisme Eropa.
Proletarisasi di Era Modern
Dari Pabrik ke Platform
Pada abad ke-21, bentuk-bentuk kerja berubah drastis akibat kemajuan teknologi digital. Namun, logika dasar kapitalisme — dan dengan itu, eksistensi kelas proletar — tidak hilang. Kini, proletar tidak lagi terbatas pada buruh pabrik, melainkan juga muncul dalam bentuk pekerja platform (gig workers): pengemudi ojek daring, kurir, pekerja lepas digital, dan konten kreator yang bergantung pada algoritma perusahaan teknologi besar.
Fenomena ini disebut sebagai proletarisasi digital, di mana tenaga kerja manusia tetap menjadi sumber nilai utama, tetapi dalam bentuk yang lebih tersembunyi. Mereka bekerja tanpa jaminan kerja tetap, tanpa serikat buruh yang kuat, dan sering kali dikontrol oleh sistem penilaian otomatis berbasis data.
Proletar di Negara Pasca-Industrialisasi
Di negara-negara maju, industri berat banyak berpindah ke negara berkembang. Namun, proletariat tidak lenyap — ia hanya bergeser bentuknya. Banyak pekerja sektor jasa seperti perawat, pekerja restoran, kasir, dan pegawai ritel kini menghadapi kondisi yang mirip dengan proletariat industri klasik: jam kerja panjang, upah rendah, dan ketidakpastian kerja. Marx menyebut proses ini sebagai “pemiskinan relatif”, di mana meskipun masyarakat secara umum menjadi lebih makmur, kesenjangan antara pemilik modal dan pekerja justru semakin melebar.
Makna Sosial dan Politik dari Kelas Proletar
Identitas Kolektif dan Kesadaran Kelas
Salah satu aspek penting dari teori proletariat adalah kesadaran kelas (class consciousness). Menurut Marx, pekerja tidak otomatis menjadi kekuatan revolusioner hanya karena posisi ekonominya. Mereka harus menyadari posisi sosial mereka dalam sistem produksi, dan menyatukan diri dalam perjuangan bersama melawan penindasan kapitalis.
Kesadaran ini berkembang melalui pengalaman eksploitasi yang sama, solidaritas dalam perjuangan, dan pendidikan politik. Dalam konteks modern, media sosial, film, dan budaya populer juga berperan dalam membentuk atau justru menumpulkan kesadaran kelas tersebut.
Proletar dan Demokrasi
Meskipun teori klasik Marx menekankan revolusi sebagai jalan perubahan, banyak gerakan buruh modern memilih jalur demokrasi parlementer untuk memperjuangkan hak-hak pekerja. Partai-partai buruh di Eropa, misalnya, berhasil mendorong lahirnya negara kesejahteraan (welfare state) dengan jaminan sosial, pendidikan gratis, dan perawatan kesehatan bagi semua warga.
Namun, neoliberalisme sejak tahun 1980-an kembali menekan posisi kelas pekerja melalui deregulasi, privatisasi, dan penghapusan jaminan sosial. Hal ini menimbulkan bentuk baru ketidakstabilan sosial yang oleh sebagian ilmuwan disebut sebagai “prekariat” — kelas pekerja yang hidup dalam ketidakpastian permanen.
Relevansi Konsep Proletar di Abad ke-21
Apakah konsep proletar masih relevan di era globalisasi dan kecerdasan buatan? Jawabannya: ya, bahkan lebih relevan dari sebelumnya.
Kesenjangan Sosial yang Semakin Lebar
Laporan Oxfam dan lembaga-lembaga ekonomi dunia menunjukkan bahwa sebagian kecil populasi kini menguasai sebagian besar kekayaan global. Situasi ini mengingatkan kita pada analisis Marx tentang konsentrasi modal dan eksploitasi tenaga kerja, hanya saja kini dalam skala global. Pekerja di negara berkembang sering menjadi proletar global yang bekerja untuk perusahaan multinasional dengan upah rendah, sementara keuntungan mengalir ke pusat-pusat kapital di negara maju.
Otomasi dan Ketidakamanan Kerja
Teknologi otomatisasi dan kecerdasan buatan memang meningkatkan efisiensi produksi, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran akan hilangnya pekerjaan massal. Dalam konteks ini, proletarisasi tidak selalu berarti bekerja di pabrik — bisa juga berarti kehilangan kendali atas kerja manusia itu sendiri, digantikan oleh algoritma dan mesin.
Proletar sebagai Simbol Perlawanan
Meskipun istilah proletar lahir dari konteks abad ke-19, maknanya kini lebih luas: melambangkan semua kelompok yang tertindas oleh sistem ekonomi yang menindas dan tidak adil. Dari buruh migran hingga pekerja lepas digital, dari petani kecil hingga pengemudi daring, semua menghadapi struktur ekonomi yang membuat mereka bergantung pada sistem yang tidak mereka kuasai.
Penutup
Konsep proletar tidak sekadar istilah ekonomi, melainkan simbol dari perjuangan manusia melawan ketimpangan struktural. Sejak Romawi Kuno hingga era digital, maknanya telah mengalami transformasi, tetapi esensinya tetap sama: menggambarkan mereka yang bekerja keras untuk menggerakkan roda peradaban, namun sering kali tidak menikmati hasilnya.
Dalam dunia yang terus berubah, memahami siapa dan apa itu proletar berarti memahami jantung dari sistem sosial itu sendiri. Sejarah menunjukkan bahwa setiap kali ketimpangan mencapai titik ekstrem, kesadaran kelas pekerja bangkit, menuntut keadilan, solidaritas, dan perubahan. Oleh karena itu, selama masih ada hubungan kerja yang timpang, proletar akan tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah umat manusia. (catatanadi.com)

Posting Komentar untuk "Apa Itu Proletar?"
Pembaca yang baik adalah yang menulis komentar sebelum pergi. Komentar Anda akan muncul setelah kami review. Dilarang menuliskan link hidup apapun.