Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Komunis, Ateis, Agnostik dan Deisme

Masih banyak orang yang salah kaprah perihal atheis, agnostik dan deisme. Parahnya lagi, mereka seakan-akan bangga dengan hal itu dan justru memamerkannya.

Untuk itu rasa-rasanya perlu bagiku sedikit menulis mengenai empat hal berikut yakni, komunisme, atheis, agnostik dan deisme serta hubungan semuanya dengan agama.

Apakah Komunis = Atheis?

Komunis, Ateis, Agnostik dan Deisme 

Sudah sering aku bertemu dengan orang, baik secara langsung maupun online, yang menganggap atheis identik dengan komunis. Jadi semua penganut paham komunisme adalah juga seorang atheis.

Ini sangat dangkal, banal dan salah kaprah. Komunis merupakan pandangan sosial, politik, ekonomi maupun filsafat. Tidak ada yang mengharuskan seorang komunis wajib tidak bertuhan. Banyak simpatisan dan anggota Partai Komunis di seluruh dunia yang ternyata beragama.

Walau begitu nampaknya memang pandangan bahwa komunis adalah atheis bisa 'dibenarkan' karena fakta akan beberapa hal berikut ini :

  1. Uni Soviet, Cina dan Korea Utara sangat membatasi persebaran serta perkembangan agama di negara mereka.
  2. Para pemimpin dan kader PKC (Partai Komunis Cina) haruslah tidak beragama. 
  3. Adalah fakta yang tidak terbantahkan bahwa Karl Marx pernah berujar jika 'agama adalah candu masyarakat' namun pada konteks yang sebenarnya bisa diartikan justru yang sebaliknya, karena kata candu (opium) adalah peringan rasa sakit. 

Mari kita bahas ketiga premis di atas secara lebih mendetail dengan berdasarkan fakta di lapangan, bukan melulu pada teori dan 'apa yang seharusnya' yang lebih merupakan ranah filsafat. 

Pembatasan Gerak Agama di Negara Komunis

Uni Soviet dan Cina adalah dua negara komunis terbesar. Satunya sudah bangkrut dan kolaps, satunya makin berjaya dan menjadi penantang utama Barat.

Ketika Uni Soviet berkuasa, banyak gereja dan bangunan ibadah milik umat Kristen Ortodoks (salah satu aliran utama agama Kristen) dialihfungsikan menjadi gudang, pakan ternak, penjara, kantor publik, hingga kolam renang. Pun demikian di Cina hingga hari ini, pemerintah berusaha untuk membatasi secara terang-terangan perkembangan kekristenan yang semakin lama semakin kuat pengaruhnya bagi kalangan rakyat jelata. 

Ini dikarenakan pada masa sebelum komunis, rakyat ditindas oleh kaum feodal yaitu kekaisaran Rusia dan bekerja sama dengan gereja. Ketika Revolusi Oktober berkobar dan Komunis menang, jelas terjadi hal yang sebaliknya yaitu kaum agamawan beserta dogma agama dihabisi.

Partai Komunis Cina dan Agama

Poin kedua, memang pada dasarnya anggota Partai Komunis Cina dilarang memeluk agama. Hal ini tentu saja mengindikasikan bahwasanya organisasi politik terkuat dan satu-satunya di Tiongkok itu punya masalah dengan agama.

Partai dan pemerintah, meskipun membiarkan agama tradisional, Islam dan Buddha berkembang di Cina, namun sangat membatasi Kekristenan karena dianggap sebagai perpanjangan tangan Barat. Walau begitu ada konflik etnis yang cukup serius antara orang Han dengan Xinjiang ataupun Pemerintah Cina dengan Uighur.

Agama Adalah Candu

Poin ketiga, ungkapan Karl Marx mengenai agama sebenarnya dipotong secara serampangan. Tulisan tersebut berasal dari karya pria Jerman itu mengenai Kritik Terhadap Filsafat Hegel yang ditulisnya sewaktu masih cukup muda.

Adapun kutipan yang sebenarnya dan lengkap adalah sebagai berikut :

The foundation of irreligious criticism is: Man makes religion, religion does not make man. Religion is, indeed, the self-consciousness and self-esteem of man who has either not yet won through to himself, or has already lost himself again. But man is no abstract being squatting outside the world. Man is the world of man – state, society.

This state and this society produce religion, which is an inverted consciousness of the world, because they are an inverted world. Religion is the general theory of this world, its encyclopedic compendium, its logic in popular form, its spiritual point, its enthusiasm, its moral sanction, its solemn complement, and its universal basis of consolation and justification. It is the fantastic realization of the human essence since the human essence has not acquired any true reality. The struggle against religion is, therefore, indirectly the struggle against that world whose spiritual aroma is religion.

Religious suffering is, at one and the same time, the expression of real suffering and a protest against real suffering. Religion is the sigh of the oppressed creature, the heart of a heartless world, and the soul of soulless conditions. It is the opium of the people.

The abolition of religion as the illusory happiness of the people is the demand for their real happiness. To call on them to give up their illusions about their condition is to call on them to give up a condition that requires illusions. The criticism of religion is, therefore, in embryo, the criticism of that vale of tears of which religion is the halo. (Karl Marx)

Entah bagaimana akhirnya tafsir paling terkenal dari agama adalah candu merupakan sebuah pelabelan pro atheisme yang harus diikuti semua kaum Marxian maupun Komunis. Mungkin sekali karena pada praktiknya, komunisme selalu berhadapan dengan gereja, khususnya di Eropa. Lebih tajam, Vladimir Lenin sebagai bapak pendiri Uni Soviet menjelaskan bahwa :

Agama adalah opium bagi masyarakat: ini tulisan Marx, inilah batu loncatan dari keseluruhan ideologi Marxisme mengenai agama. Seluruh agama dan gereja-gereja modern, semua jenis organisasi agama selalu dianggap organ dari reaksi borjuis oleh Marxisme. Ia digunakan untuk melindungi eksploitasi dan kelumpuhan kelas pekerja 

Walau begitu ada kesalahan besar yang terjadi di dalam premis-premis di atas dimana faktanya ada banyak orang komunis yang juga memeluk agama. 

Sebagai sebuah pandangan politik, komunis memiliki variasi yang beragam. Justru ada yang menilai sama rata sama rasa, keadilan, anti penindasan, dan solidaritas adalah inti dari agama sehingga seorang komunis tidak merasa punya masalah untuk menganut komunisme sekaligus memeluk agama. 

Dua contoh yang menarik dan telak dalam mewakili hal ini adalah Haji Misbach. Juga ada Tan Malaka yang merupakan muslim taat.  Keduanya adalah sekaligus penganut paham komunis dan mantan anggota Serikat Islam. 

Di India, pengikut Partai Komunis juga merupakan penganut agama setempat. Sedang di Palestina, berdiri Partai Pembebasan Rakyat Palestina atau PFLP yang dibentuk oleh seorang Kristen bernama George Habbash.

Tidak hanya di Indonesia, di negara barat sekalipun banyak muncul propoganda bahwa komunis = atheis. Padahal siapa saja bisa menjadi atheis, termasuk penganut liberalisme dan penyokong kapitalisme sekalipun.

Jelas sekali di titik ini akhirnya kita semua sepakat jika Komunisme sebagai sebuah ideologi, konsep politik ataupun analisa ekonomi tidak ada kaitannya dengan ateisme maupun anti-agama.

Jadi kesimpulan yang bisa saya dan anda ambil adalah komunisme tidak sama dengan ateisme. Adalah hal yang lumrah jika seorang komunis juga memeluk agama, atau non komunis menjadi ateis. 

Ateisme Sebagai Antitesa Agama

Lantas apa itu ateisme? Penjelasan paling umum adalah ateisme merupakan sebuah pandangan yang mana penganutnya tidak percaya adanya Tuhan.

Ada dua konsep yang dicoba untuk dibedakan terkait dengan ateisme, yaitu :

  1. Saya percaya bahwa Tuhan tidak ada.
  2. Saya tidak percaya adanya Tuhan.

Beberapa sumber membedakan dua pernyataan tersebut, namun secara logika pribadi, mari kita akui dua hal di atas sama saja. 

Ateis erat kaitannya dengan agama. Banyak orang ateis yang tadinya beragama ataupun memiliki akar spiritual. Silahkan baca alasan mengapa banyak orang memilih menjadi ateis dimana Anda akan menemukan banyak fakta yang mencenangkan. 

Jika Anda mengira ateisme merupakan sebuah tanda peralihan zaman dan fenomena yang muncul baru-baru saja di era modern, maka jangan marah jika saya menyalahkan pemikiran dangkal itu.

Tak kurang di era Yunani Kuno, pandangan yang tidak percaya pada Tuhan personal sudah berkembang dan diawali oleh tokoh-tokoh filsuf ternama. 

Lucunya, ateisme nampaknya bisa jadi senjata yang dipakai siapa saja. Perhatikan tiga poin berikut ini yang jelas-jelas mengungkapkan kebingungan akan ajaran orang lain yang melahirkan latah pelabelan ateisme.

  1. Orang Romawi / Yunani penyembah dewa-dewi dan penganut politeisme menyebut orang Yahudi dan Yahudi-Kristen sebagai ateis karena menolak menyembah dewa maupun Kaisar.
  2. Orang Kristen menyebut kaum pagan sebagai ateis karena tidak percaya pada konsep ketuhanan yang mereka bawa. Ini terjadi khususnya ketika Kristen menguasai Romawi dan jadi agama terbesar hingga hari ini. 
  3. Kaum agamawan secara umum menyebut komunis sebagai atheis. 

Secara pribadi aku membatasi term ateis kepada mereka yang tidak percaya pada Tuhan, percaya tidak ada Tuhan dan tidak meyakini eksistensi Tuhan baik personal maupun natural.

Ateisme sewajibnya tidak percaya setan, iblis, hantu leher panjang, santet, ataupun reinkarnasi. Semua term magis dan spiritual itu merupakan efek samping dari iman dan agama.

Ateis yang masih percaya semua itu berarti mereka tidak beriman sepenuhnya pada sikap hidup dan pilihan ateistik mereka. 

Seorang ateis bukanlah seorang yang pasti cerdas. Sama seperti seorang agamawan belum tentu sopan, baik, membela yang lemah, bukan pemerkosa, ataupun tidak pernah korup. 

Ateisme dekat dengan pengetahuan tetapi tidak semua ateis suka mempelajari sains dan teknologi. Ada yang tertarik kepada hal tersebut ada yang sama sekali tidak peduli. 

Jadi jangan salah kaprah dan menuduh semua ateis cerdas. Ateis yang idiot dan pemalas juga sangat banyak.

Pertanyaannya, apakah semua ateis tidak beragama? Aku ragu untuk menjawab ini karena terkait definisi agama orang lain yang mungkin tiap orang punya deskripsinya masing-masing. 

Untuk menjawab ini silahkan renungkan pernyataan berikut ini : 

  • Tuhan/Dewa/Sang Pencipta tidak sama dengan agama.
  • Di dalam beberapa agama ada Tuhan/Dewa masing-masing yang punya karakter dan deskripsi yang mungkin sama mungkin berbeda satu dengan yang lain.
  • Selama seseorang tidak percaya Tuhan, maka dia ateis.
  • Ateis tidak akan memeluk agama yang terdapat Tuhan didalamnya, tetapi bisa saja memilih menjadi penganut ajaran yang didalamnya tidak ditekankan/dikenal adanya Tuhan. 

Lantas bagaimana ateism memandang agama? Sangat beragam, seperti sewajarnya orang beragama memandang ateisme : dengan amarah, jijik, sedikit hormat atau biasa saja. 

Lalu seperti apa seorang ateis di dalam kehidupan beragama dan bernegara? Ternyata ada banyak hal unik yang mungkin tidak akan Anda duga sebelumnya : 

Ateis yang memeluk agama demi keuntungan. Sebagai seorang ateis, maka tak ada masalah untuk memeluk agama asal mendapat keuntungan. Dia tidak takut dikutuk, disiksa malaikat atau jadi bahan bakar neraka. Sama Tuhan saja dia tidak takut. Bagaimana bisa takut pada sesuatu yang tidak pernah nyata dan ada.

Sehingga ateis jenis ini tidak punya masalah sedikitpun untuk menjadi pemeluk agama tertentu asal bisa naik jabatan, punya pendukung, dapat harta atau bisa menikahi pujaan. Dalam taraf tertentu ketidakpercayaannya pada Tuhan membuatnya tenang-tenang saja beribadah dan melakukan laku spiritualitas.

Intinya ia tidak percaya Tuhan itu ada dan mampu menghukumnya karena tidak tulus. Ia justru takut kehilangan segala keuntungannya. Orang jenis ini akan sukarela pindah-pindah agama asal ada yang bisa didapatkan. 

Ateis yang memeluk agama demi keselamatan. Menurut situs DW.com, ada banyak orang di Timur Tengah yang ternyata sudah tidak lagi percaya pada Tuhan alias ateis. Sebagai contoh adalah kisah Lara Ahmed di Irak yang tetap berhijab walau sudah jadi ateis.

Dia tidak mengejar keuntungan, melainkan cari selamat. Dengan melakukan hal tersebut, setidaknya ia bisa lolos dari hukuman sosial maupun negara.  

Ateis yang memeluk agama demi tidak mau ribet. Ini dugaan pribadiku dan mungkin sekali juga terjadi di lapangan. Ada banyak orang tidak mau ribet-ribet mengurusi, mendeklarasikan atau tunduk pada sifat ateisme mereka.

Mereka justru enjoy jadi ateis yang tetap menjalankan tradisi maupun agama dimana tentu saja berkaitan dengan sikap dan jiwa mereka yang menolak mentah-mentah ada sosok bernama Tuhan.

Buktinya, (dan ini masih hipotesa pribadi) adalah orang-orang Jepang yang ternyata banyak yang ateis. Padahal hingga saat ini loyalitas penduduk Jepang pada tradisi takut sama hantu, pergi ke kuil biar dapat jodoh atau nikah di gereja tetapi mati secara Buddhis masihlah kental.

Contoh di Jepang tersebut yang menurut Jess Staufenberg sepeti ditulis oleh Independent, ada nyaris 40% warga negara Miyabi tersebut yang adalah ateis. Tetapi tradisi lama terus terpelihara. Mungkin demi menarik wisatawan dan menghasilkan uang. 

Ateis yang memeluk agama karena merasa nyaman.  Harus diakui bahwa ada pandangan mengatakan agama Buddha tidak terlalu menekankan perihal Dewa Tertinggi maupun Tuhan.  Ajaran ini lebih bertujuan sebagai sarana mengajarkan welas asih, ajaran Darma dan praktik-praktik kebaikan lainnya. Fokus umat Buddha adalah mencapai kebahagian dengan cara sampai ke Nibbana.

Nibbana yang menurut penganut Buddha adalah tujuan pencapaian tertinggi bukanlah Tuhan personal seperti yang diajarkan Islam maupun Kristen.

Lantas, apakah lawan kata dari ateis? Ada beberapa hal di sini yang perlu diulas untuk menjawab pertanyaan yang mungkin muncul setelah pembahasan di atas.

  • Lawan kata ateis adalah theis atau teis, termasuk diantaranya adalah agama arus utama, agama pada umumnya, semua agama tradisional dan panteisme. 
  • Lawan kata ateis adalah deisme, karena deisme mengakui adanya Tuhan meski tidak dalam wujud personal. 
  • Lawan kata ateis, pada kasus tertentu adalah agnostikme, dimana kaum agnostik masih memberi celah untuk keberadaan Tuhan. 

Tokoh-tokoh Ateis 

Tentu ada banyak sekali tokoh, selebritas, pesohor, hingga pemimpin dunia yang terang-terangan mengaku ateis. Jumlah ini mungkin akan bertambah mengingat ada ateis yang tidak peduli serta tidak mau mengakui ateisme mereka.

Niels Bohr, tokoh fisika penting terkait struktur atom dan mekanika kuantum.

  • Richard Dawkins, saintis di bidang biologi. 
  • Sigmund Freud, filsuf dan peletak dasar-dasar psikologi.
  • Stephen Hawking, peneliti dan penulis. 
  • Pierre Simon Laplace, matematikawan asal Perancis.
  • Alfred Nobel, penemu dinamit dan penggagas hadiah nobel.
  • Jeane Baudrilard, filsuf terkemuka Perancis.
  • Mikael Bakunin, penggagas gerakan anarki.
  • Friedrich Nietzsche, pemikir dari Jerman.
  • Karl Marx, ekonom kiri dan pencetus ajaran Marxisme.
  • Bertrand Russel, aktivis dan profesor matematika. 
  • Slobodan Milosevic, mantan Presiden Yugoslavia / Serbia.
  • Joseph Stalin, pemimpin Uni Soviet.
  • Alexis Tsipras, tokoh terkemuka Yunani dari Partai Syriza.
  • Enver Hoxha, pemimpin legendari Albania.
  • Golda Meir, Perdana Mentri Israel.

Itulah sekelumit mengenai ateisme. Selanjutnya kita akan beralih kepada suatu pandangan yang makin hari makin mendapat perhatian, yakni agnostik. 

Agnostik Sebagai Simplifikasi Keruwetan

Apa itu Agnostik? Agnostik adalah sebuah paham yang menyatakan bahwa Tuhan atau supranatural mungkin ada mungkin tidak tetapi tidak bisa dibuktikan maupun diketahui secara mutlak

Sebenarnya inti dari agnostik sangat simpel, hanya permainan kata yang membuatnya menjadi ribet serta sulit dimengerti. 

Anda adalah Agnostik jika : 

  1. Tidak tahu apakah Tuhan itu ada atau tidak, atau 
  2. Tidak yakin apakah Tuhan itu ada atau tidak, atau
  3. Tidak peduli apakah Tuhan itu ada atau tidak.

Kaum agnostik menurut pribadi dan pemikiranku sendiri adalah sebuah komunitas yang tidak mau ambil pusing terhadap perdebatan apakah ada atau tidak adanya Tuhan beserta efek samping yang menyertainya, khususnya agama.

Agnostik juga merupakan sebuah tamparan kesadaran untuk kita semua bahwa setidaknya dalam menjawab pertanyaan 'apakah anda percaya akan adanya Tuhan?' sejatinya memiliki tiga opsi jawaban. 

  • Ya, saya percaya bahwa Tuhan itu ada.
  • Tidak. Saya tidak percaya akan adanya Tuhan.
  • Tidak tahu. Termasuk tidak peduli.

Adanya ribuan agama dan belasan ribu Tuhan sepanjang sejarah tentu sangat membingungkan. Andaikanpun ada, Tuhan yang mana yang benar?

Kepolosan Agnostik

Ini juga merupakan kepolosan yang lahir dari upaya menguak sisi munafik manusia, yang sok tahu dan terlebih sok menginterpretasikan Tuhan sesuai kehendaknya masing-masing. 

Daripada menambah daftar panjang tentang Tuhan yang sudah sangat panjang, mengapa tidak menyerah saja dan menjawab tidak tahu. Apakah ini sebuah bukti kebodohan dan penolakan kaum agnostik pada iman termasuk pengetahuan? Tentu tidak, Vladimir! 

K. Bertens dalam bukunya Sejarah Filsafat Yunani sudah pernah membahas Protagoras yang meragukan eksistensi dewa-dewi, apakah mereka benar-benar ada atau tidak. 

Ada beberapa poin yang perlu untuk dibahas di sini terkait hubungan antara agnostik dan agama, termasuk pertanyaan mendasar : Tuhan itu ada atau tidak?

Susah untuk membuktikan adanya Tuhan atau tidak adanya Tuhan.

  • Mungkin Tuhan ada mungkin juga tidak. 
  • Semua manusia memiliki pengalaman beragam yang mungkin berada di luar ilmu pengetahuan.
  • Menjawab tidak tahu adalah juga jawaban.
  • Tidak menjawab karena memang tidak tahu juga adalah sebuah 'jawaban'.
  • Lebih baik menjawab tidak tahu daripada sok tahu.

Filsafat David Hume

Salah satu tokoh terpenting dalam filsafat dan kemunculan agnostikme adalah David Hume. Dia merupakan pemikir, saintis dan visioner dari Skotlandia.

Dalam karyanya yang berjudul An Inquiry Concerning Human Understanding mengungkapkan dengan jujur jika manusia dan akalnya, termasuk pengetahuan serta pengalamannya akan sulit untuk mencapai pembuktian apakah Tuhan itu ada atau tidak.  

Who is more humble? The scientist who looks at the universe with an open mind and accepts whatever the universe has to teach us, or somebody who says everything in this book must be considered the literal truth and never mind the fallibility of all the human beings involved? (Carl Sagan)

Variasi Agnostik

Terkait dengan pandangannya terhadap agama maupun ketuhanan, agnostikme punya beberapa varian yang cukup unik satu dengan yang lain. 

  • Agnostik Ateisme. Pandangan mereka yang tidak percaya pada keberadaan dewa/Tuhan apapun, tetapi tidak mengklaim tahu apakah dewa itu ada atau tidak ada.
  • Agnostik Teisme. Pandangan mereka yang tidak mengaku tahu konsep keberadaan dewa/Tuhan apapun, tetapi masih percaya pada keberadaan tersebut.
  • Apatis atau Agnostisisme Pragmatis. Pandangan bahwa tidak ada bukti baik ada atau tidaknya dewa/Tuhan apapun, tetapi karena setiap dewa yang mungkin saja ada itu dapat bersikap tidak peduli kepada alam semesta atau kesejahteraan penghuninya, pertanyaan ini lebih bersifat akademik.
  • Agnostisisme Kuat. Pandangan bahwa pertanyaan tentang ada atau tidak adanya dewa/Tuhan, dan sifat realitas tidak dapat diketahui dengan alasan ketidakmampuan alamiah kita untuk memverifikasi pengalaman dengan apapun selain pengalaman subyektif lain. Seorang penganut agnostik kuat akan mengatakan, "Saya tidak bisa tahu apakah dewa itu ada atau tidak, begitu juga kamu."
  • Agnostisisme Lemah. Pandangan bahwa ada atau tidaknya setiap dewa saat ini tidak diketahui, tetapi belum tentu untuk kemudian hari, sehingga orang akan menahan penilaian sampai muncul bukti yang menurutnya bisa menjadi alasan untuk percaya. 

Tokoh Agnostik

Siapa saja tokoh agnostik dunia yang terkenal? Ada banyak sekali pesohor, pemikir, dan saintis yang akhirnya diketahui menjadi penganut agnostik. 

  • Ibn Warraq
  • Albert Einstein 
  • Mark Twain
  • Jorge Luis Borges
  • Warren Buffet
  • Brad Pitt
  • Sean Penn
  • Protagoras
  • Nehru
  • Emile Durkheim
  • Steve Wozniak

Deisme Sebagai Sebuah Agama Revolusioner

Tiga hal di atas : komunisme, ateisme dan agnostik sudah kita bahas panjang lebar. Namun kurang lengkap nampaknya untuk mengakhiri esai ini tanpa menyinggung satu lagi pandangan tentang Tuhan yang juga sedang naik daun : deisme

Apa itu deisme? Deisme adalah pandangan yang menyatakan secara ringkas bahwa Tuhan itu ada namun tidak ikut campur pada kehidupan manusia. Terdengar munafik, kompromistis dan setengah-setengah? Tunggu dulu, Dimitry! 

Keberadaan deisme sebagai sebuah pandangan hidup tak dapat dipungkiri dari adanya nuansa untuk mempertanyakan darimana semua keteraturan alam semesta ini berasal. Pengetahuan dan sains masih belum cukup untuk menjawabnya. Agnostikme juga menambah ketidakpuasan itu menjadi lebih besar lagi.

Tetapi jika Tuhan itu ada, tuhan yang mana yang paling benar? Itulah poin pentingnya. Deisme tidak butuh agama, wahyu, kitab suci atau nabi untuk percaya bahwa Tuhan itu ada. Naluri, insting dan akal budi para deis sudah lebih dari cukup untuk menarik kesimpulan tentang adanya Tuhan. 

Deis juga menolak mujizat, hal ajaib, sihir atau magis yang ada di agama-agama, melainkan percaya pada sain dan hukum alam. Tuhan sudah menciptakannya, dan (menurutku pribadi) kaum deis ingin manusia menguasai wawasan akan hukum alam tersebut alih-alih percaya pada dongeng, kisah ajaib dan firman yang dibawakan mereka yang mengaku utusan Tuhan. 

The Religion then of every man must be left to the conviction and conscience of every man; and it is the right of every man to exercise it as these may dictate. This right is in its nature an unalienable right. It is unalienable, because the opinions of men, depending only on the evidence contemplated by their own minds cannot follow the dictates of other men: It is unalienable also, because what is here a right towards men, is a duty towards the Creator. It is the duty of every man to render to the Creator such homage and such only as he believes to be acceptable to him. (James Madison)

Bertuhan Tanpa Agama

Pada abad ke 18, deisme begitu menonjol. Para saintis yang menolak ateisme ternyata juga tidak mau percaya begitu saja akan doktrin-doktrin agama yang ada. Mereka kemudian secara tidak langsung 'menemukan kembali' insting manusia untuk percaya pada Tuhan tanpa melalui agama. 

Deist yakni para penganut deisme secara jujur meyakini kepercayaan mereka akan sosok Tuhan, entah itu secara personal atau universal, dan tetap memelihara gairah yang besar untuk sains. 

Mereka mungkin menolak agama, doktrin, ritual dan ajaran yang kaku tetapi mereka tak mampu menolak fakta bahwa semesta butuh pencipta. 

If there was a God he reasoned it would have the same relation to us as we have to blades of grass. Do we make them grow? Yes in the sense that we water the lawn. Do we care for them and worry over them? Again as a lawn but not as individual blades. We don't give them names. We just want them to look nice and green. A God who created the earth would want it to look nice an blue from space. He would sit back after a long day of creating things and think to himself now that's what a planet should look like. (Tom Lichtenberg)

Mungkin sekali nantinya paham Deisme akan makin populer terkait rasa malas generasi muda untuk melihat pertikaian dan perang yang terjadi yang justru disebabkan oleh adanya agama. 

Tokoh Deisme

Ada banyak sekali tokoh penting dalam flsafat deisme. Mayoritas tokoh Deisme berasal dari golongan saintis Eropa Barat maupun bapak pemikir, pendiri dan pionir kemajuan Amerika Serikat. Adapun beberapa diantaranya adalah : 

  • John Locke, pemikir utama Deisme. 
  • Voltaire, pemikir dan filsuf Perancis.
  • Diderot, tokoh revolusioner Perancis. 
  • Russou, filsuf kenamaan Eropa. 
  • Napoleon Bonaparte, tokoh kharismatik Perancis. 
  • Neil Armstrong, astronot. 
  • President Rodrigo Duterte dari Filipina.
  • Thomas Jefferson, Presiden Amerika Serikat 
  • Abraham Lincoln, pemimpin kubu anti perbudakan dalam perang saudara Amerika. 
  • Dmitri Mendeleev, pemikir dan cendekiawan Rusia. 
  • James Watt, penemu mesin uap. 

Arloji di Semak-Semak

analogi arloji
Arloji di semak-semak

Walau mungkin tidak berkaitan, tetapi deisme bisa saja dijelaskan dengan analogi arloji. Suatu ketika seseorang menemukan sebuah arloji di semak-semak. Tentu ini hal yang penting bukan, karena dengan ini menandakan bahwa ada seseorang yang menciptakan arloji tersebut. 

Adi
Adi Saya adalah seorang bloger yang sudah mulai mengelola blog sejak 2010. Sebagai seorang rider, saya tertarik dengan dunia otomotif, selain juga keuangan, investasi dan start-up. Selain itu saya juga pernah menulis untuk media, khususnya topik lifestyle, esai lepas, current issue dan lainnya. Blog ini terbuka untuk content placement, sewa banner atau kerja sama lain yang saling menguntungkan.

Posting Komentar untuk "Komunis, Ateis, Agnostik dan Deisme "